Selasa, 20 Desember 2011

Goro dan Ronda sudah jadi Kebiasaan

Oleh Heri Faisal



Di tengah virus cuek melanda masyarakat zaman sekarang, masih ada kompleks perumahan yang tetap menjaga tradisi gotong royong dan ronda. Dua kegiatan yang tidak saja menjaga lingkungan, tapi sekaligus menjadi ciri dasar masyarakat Indonesia yang perlahan terdengar sayup. Bagaimana ceritanya? 

Pupuk terus keakraban (f/ist)

Sekitar 90 kepala keluarga (KK), para bapak bersama anak istrinya tumpah ruah di sepanjang jalan kompleks perumahan RT/RW 03/07 Kelurahan Jati, Kecamatan Padang Timur, Minggu (17/7) malam. Mereka tidak menuntut kucuran dana gempa atau hendak berdemo ke balai kota.

Beralaskan tikar seadanya yang disediakan dari rumah ke rumah, para bapak duduk rapi bersila memanjang di kiri kanan jalan. Yang lebih tua memakai peci beragam warna. Anak-anak usia sekolah hilir mudik di antara mereka, bermain kejar-kejaran, atau bercengkrama. Sementara ibu-ibu sibuk mengaduk mi, membuat bumbu, menyiapkan piring, sendok, dan perkakas lain.

Terpanggil Ingin jadi Guru PLB

Oleh Heri Faisal


Dengan seksama, lelaki 19 tahun itu mendengarkan kata demi kata yang dibacakan pengawas ujian SNMPTN, Selasa (31/5). Beberapa detik kemudian tangannya memberikan kode dengan mengangkat empat jari, menandakan ia memilih jawaban D.

Nasrul (tengah, berkacamata) dibantu petugas khusus membacakan lembar ujian. Panitia SNMPTN belum bisa menyediakan lembar khusus tunanetra (f/sy ridwan)

Begitulah sepanjang 90 menit waktu yang diberikan panitia SNMPTN untuk menyelesaikan soal ujian. Dengan gigih ia mendengarkan. Sesekali tangannya sibuk mengutak atik riglet, alat khusus bagi tunanetra untuk menuliskan huruf-huruf braille, berarti ia tengah menghitung-hitung rumus untuk mendapatkan jawaban.

Di ruang guru SMA Bunda Ulakkarang Padang, Nasrul, peserta tunanetra mengikuti ujian dengan dibantu pengawas khusus. Ia sengaja mengikuti ujian secara terpisah karena panitia SNMPTN tidak memiliki lembar soal khusus tunanetra. Padahal, Nasrul mengaku sangat membutuhkan lembar-lembar soal yang menggunakan huruf braille. ”Kalau ujian seperti ini lama. Harus mendengarkan dulu, waktunya tidak cukup,” kata Nasrul ketika ditemui wartawan saat jeda ujian kedua.

Minggu, 18 Desember 2011

Berkat Mereka Kita Merdeka

Penjaga Makam Pahlawan Peraih Satya Lencana

Oleh Heri Faisal


Pria renta itu tak pernah menyangka dianugerahi bintang Satya Lencana oleh pemerintah Republik Indonesia. Atas pengabdiannya selama 36 tahun di makam pahlawan, Darmawi diganjar penghargaan di senja kala. Bagaimana kisahnya? 

Darmawi ditemui tengah menjalankan rutinitas membersihkan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Negara, di Jalan S Parman, Padang (f/heri)

Darmawi, 72, masih bersemangat menyiangi rumput-rumput yang tumbuh di sekitar 1.700-an makam yang berjejer rapi di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Jalan Siswondo Parman, Lolong, Padang.

Terik matahari tak menyurutkannya membersihkan kuburan para pahlawan itu. Areal seluas tiga hektare itu, dia kerjakan bersama tiga orang lainnya, Hendryanto (putranya), Marju, dan Rahmat.

Merasakan Tarawih Seperti di Mekkah

Oleh Heri Faisal


Jika anda ingin merasakan shalat Tarawih di bulan Ramadhan ini layaknya shalat di kota Mekkah, maka datanglah ke Masjid Muhammadan, Jalan Pasar Batipuh, Kelurahan Pasar Gadang, Kecamatan Padang Selatan, atau lebih dikenal dengan sebutan Kampung Keling, kota tua Padang.

Shalat tarawih 23 rakaat dengan bacaan ayat satu juz semalam seperti di Mekkah dapat dirasakan di Masjid Muhammadan, Kota tua Padang. (f/sy ridwan)

Bukan berarti di sini ada pula Kabbah seperti di Masjidil Haram, Mekkah. Yang anda dapatkan adalah suasana shalat Tarawih yang lumayan lama dan panjang. Pasalnya, masjid ini menggunakan hitungan 23 rakaat untuk shalat Tarawih termasuk shalat Witir tiga rakaat.

Yang lebih penting, bacaan ayat shalat sebanyak satu juz semalam. Sehingga selama bulan Ramadhan, bacaan 30 juz ayat Al Quran bisa ditamatkan. “Imamnya kami minta yang hafal Al Quran. Untuk waktu shalat memang agak lumayan lama, sekitar dua jam untuk shalatnya saja,” kata P. Shahib Khalid, pengurus masjid tersebut.

Jadi Benteng Pertahanan ketika Diserang Belanda

Masjid Raya Surau Gadang

Oleh Heri Faisal


Beberapa tahun menjelang kemerdekaan, serangan Belanda terhadap penduduk pribumi semakin gencar, tak terkecuali di Padang. Kawasan Surau Gadang Kecamatan Nanggalo Padang tak luput dari gempuran tentara Belanda.

Ketika serangan Belanda makin genjar menjelang kemerdekaan, masjid ini menjadi tempat berlindung warga. (f/sy ridwan)

Menurut Desmiwati, 46, warga Surau Gadang, berdasarkan cerita almarhum orangtuanya, serangan Belanda juga bertubi-tubi kepada masyarakat di kawasan Surau Gadang Kecamatan Nanggalo.

Sehingga untuk menyelamatkan diri mereka mengungsi ke Masjid Raya Nanggalo, Surau Gadang. Nama yang kini tertera di plang besar depan masjid, di Jalan Jamil-Jamal, Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo.

Basis Penyebaran Islam Syekh Khatib Muhammad Ali

Masjid Istighfar Parak Gadang

Oleh Heri Faisal

Sepintas tidak ada yang menarik dari masjid tua itu. Apalagi ditunjang dengan letaknya yang sama sekali tidak mencolok, karena berada di tengah-tengah rumah warga. Lokasi berdirinya tidak familiar seperti kebanyakan masjid modern di tepi jalan raya.

Masjid Istighfar di Parak Gadang yang kental dengan arsitektur Belanda menjadi basis perjuangan Syekh Khatib Muhammad Ali. (f/sy ridwan)

Selain sebuah kuburan tua, dan arsitektur masjid yang tidak mencirikan kekhasan bangunan Minangkabau, masjid ini tak memiliki banyak sisi untuk disebut luar biasa. Tapi cobalah sedikit digali lebih dalam, kuburan tua dan arsitektur berbeda itulah daya tarik masjid tersebut.

Masjid Istighfar yang berlokasi di jalan Parakgadang, Kelurahan Ganting Parakgadang, Kecamatan Padang Timur memang memiliki sejarah panjang. Terutama dengan kuburan tua itu. Di sana dimakamkan Maulana Syekh Khatib Muhammad Ali, pendiri masjid tersebut.

Pertahankan Pendidikan Berkarakter Islam

Sekolah Agama PGAI Dr Abdullah Ahmad

Oleh Heri Faisal

Salah satu sekolah agama di Kota Padang yang tetap eksis sampai saat ini adalah milik Yayasan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Pendirinya adalah ulama Sumbar, termasuk Dr Abdullah Ahmad tahun 1919 silam.

Sekolah PGAI masih tetap mempertahankan pendidikan berkarakter Islam di tengah pengaruh pendidikan global (f/sy ridwan)

Target yang ingin kami capai, anak didik di sini (PGAI-red) tidak ada yang tidak pandai baca Al Quran. Untuk tingkatan MA dan SMA, harus bisa jadi imam shalat dan menjadi khatib shalat Jumat,” kata Yulius Said kepada Padang Ekspres Minggu (21/8).

Ya, begitulah upaya mereka untuk mengembalikan marwah sekolah tersebut agar kembali mampu mencetak mubaligh-mubaligh seperti cita-cita awal saat pendiriannya.

Siap Lahirkan Kembali Tokoh Nasional

Sejarah Panjang Perguruan Adabiah

Oleh Heri Faisal



Saat anda berkunjung ke kompleks Adabiah di Jalan Perintis Kemerdekaan, kelurahan Jati, Kecamatan Padang Timur, anda akan merasakan suasana pendidikan yang sesungguhnya. Bangunan sekolah mulai dari taman kanak-kanak, hingga sekolah tinggi berdiri rapi memenuhi lahan 1,6 hektare itu. Rasanya, sulit dipercaya bahwa sekolah ini berawal dari belajar di surau.

Masjid di komplek Perguruan Adabiah kembali berdiri megah pasca ambruk akibat gempa. (f/sy ridwan)

Menurut Muchlis Muchtar, Ketua Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) yang menaungi TK, SD, SMP, SMA, dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Adabiah, sekolah tersebut bermula dari kegiatan mengaji di surau.

Dr Abdullah Ahmad, seorang tokoh agama di masa kolonial Belanda mendirikan pengajian atau madrasah Adabiah pada 1909. Tujuannya selain untuk memberikan pendalaman ilmu agama, juga ingin mencerdaskan anak-anak pribumi yang tidak bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan Belanda.

Jadikan Spirit Membangun Sumbar

Peringatan Dua Tahun Gempa

Oleh Heri Faisal & Yurisman Malalak

Dahsyatnya gempa 7,9 SR yang mengguncang Sumbar dua tahun silam seketika menyeruak. Rona kesedihan memancar pada saat detik-detik peringatan dua tahun gempa Sumbar di Padang dan Padangpariaman, dua daerah terparah diguncang gempa pada 30 September 2009.


Ketua Umum partai Demokrat Anas Urbaningrum didampingi Sekjen Edhi Baskoro dan Walikota Padang Fauzi Bahar mengunjungi monumen peringatan gempa di Jalan Gereja, Padang. (f/sy ridwan)

Suasana mengharu biru tatkala Qurata Ayuna, 15, dengan kursi roda menghadiri peringatan dua tahun gempa di Monumen Gempa, Jalan Gereja, Taman Melati, kemarin (30/9). Siswi SMPN 8 Padang itu melempar senyum ketika Wali Kota Padang Fauzi Bahar datang menghampirinya. Dia tampak ingin menunjukkan pada dunia bahwa orang Sumbar bermental baja meski babak belur dihoyak gempa dua tahun silam.

Ketegaran Qurata mengundang haru warga Padang yang menghadiri detik-detik peringatan gempa 30 September, pukul 17.16 WIB. Melihat ketegaran Qurata, membuat warga Padang yang hadir dalam peringatan itu, tak kuasa menahan linangan air mata.

Helm Pahlawan pun Dicuri

Oleh Heri Faisal

Pemerintah daerah dan masyarakat tampaknya kurang peduli terhadap peninggalan-peninggalan sejarah. Seperti tugu-tugu, monumen, gedung maupun tempat bersejarah lainnya. Di beberapa titik di Kota Padang, peninggalan sejarah itu tampak tak terawat.


Helm di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negera Padang sering kali digondol maling. (f/sy ridwan)

Pantauan Padang Ekspres kemarin (9/11), beberapa peninggalan bersejarah seperti tugu dan patung di simpang Tinju, Jalan Khatib Sulaiman, Jalan Sudirman, Gedung Joeang di Jalan Samudera, dan Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Jalan S Parman belum terawat dengan baik.

Di beberapa tugu dan patung pahlawan pejuang kemerdekaan, lumut tumbuh di sana sini. Beberapa bagian tugu mulai retak dan warnanya kusam. Seperti Tugu Tinju, masyarakat sekitar bahkan ada yang tidak tahu untuk apa tugu tersebut didirikan.

Sabtu, 17 Desember 2011

Tabungan Habis, Melaut tak Bisa

Oleh Heri Faisal & Haris Prima



Ibarat jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah kini nasib sebagian besar warga Pasiagurun, kelurahan Pasia Nantigo, Kototangah, Padang. Sejak abrasi menerjang Agustus lalu, nasib mereka kian tak tentu arah.  

 Belasan rumah di Pasia Nan Tigo rusak parah terkena abrasi. (f/sy ridwan)

Belasan rumah di sepanjang pantai barat Sumatera, kawasan Pasiagurun, Kelurahan Pasia Nan Tigo, Kototangah, Padang kini berubah bentuk. Jika dulu tampak asri, dikelilingi pohon kelapa, dan sesekali deburan lembut ombak menuju pantai jadi sajian hangat.

Kini, pemandangan itu tak ada lagi. Rumah-rumah penduduk itu tak lagi utuh. Beberapa rumah tampak kehilangan dapurnya yang menghadap ke laut. Runtuh akibat abrasi yang mengikis fondasinya. Beberapa rumah lagi bahkan tak bisa ditempati sama sekali. Retak dan rusak di mana-mana.

Butuh Rp 20 Juta untuk BAB

Oleh Heri Faisal


Akibat tumor usus yang diidapnya, Agusril, 47, harus menjalani kolostomi atau pemindahan saluran pencernaan untuk buang air besar (BAB), Juni lalu. Setelah tumor diangkat, kini dia harus dioperasi kembali untuk mengembalikan saluran pembuangannya ke tempat semula. Sayang, biaya Rp 20 juta tak sanggup ditanggungnya.

Agusril (47), penderita tumor usus, butuh sekitar Rp 20 juta untuk operasi pengembalian saluran pembuangan. (f/sy ridwan)

Sejak perutnya membesar pada awal tahun lalu, Agusril, warga Koto Marapak, Padang Barat, kian resah. Dia takut jika sampai harus dibawa ke rumah sakit. Pasalnya, lelaki kurus ini tak memiliki sedikit pun tabungan untuk menebus biaya rumah sakit.

Dugaannya benar. Perutnya yang terus membesar menimbulkan rasa sakit tak terkira. Mau tidak mau dia harus dirujuk ke rumah sakit. “Mulanya dia mengaku tidak bisa buang air besar. Lama-lama perutnya terus membesar, kami sarankan saja untuk periksa,” kata Amrizal, tetangga juga teman sepermainannya, ketika berkunjung ke redaksi Padang Ekspres, kemarin.

Ketika Penyakit Masyarakat Mewabah di Padang

Pemerintah Mandul, Kontrol Sosial Lemah

Oleh Heri Faisal & Willian

Pergaulan muda-mudi Kota Padang hampir tidak ada bedanya dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Semakin bebas. Virus hedonis dan liberal yang kini merambah generasi muda Padang, membuat penyakit masyarakat kian mewabah.
Generasi muda Minangkabau terlela dengan berbagai perubahan. Lupa adat, lupa budaya. (karikatur/ Cornelis)

Bila Medan, Pekanbaru dan kota besar lainnya adalah lumrah melihat muda-mudi bercumbu di tempat umum, adalah tabu bila pemandangan itu terjadi di Padang yang dikenal religius ini.

Tapi kini, pergaulan bebas muda mudi itu sudah menjadi pemandangan lumrah di ibu kota Sumbar ini. Masyarakat semakin permisif dengan perilaku menyimpang muda mudi di Padang. Seks bebas anak muda makin menjadi-jadi. Ini didukung lingkungan sosial yang makin cuek, menjamurnya tempat-tempat hiburan dan kawasan wisata yang menyediakan tempat mesum.

Ketika Virus Westernisasi Mewabah

Pacaran tak Sehat, AIDS Mengintai

Oleh Heri Faisal & Hari Busroh


Pergaulan remaja bikin detak jantung para orangtua berdegup kencang. Gaya berpacarannya makin bebas. Urat malu pelajar dan mahasiswa “Ranah Bundo” ini, telah putus. Mereka tak malu-malu lagi menunjukkan adegan hot di depan umum. 

Sepasang remaja tengah bermesraan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Imam Bonjol Padang. Rasa malu kian hilang. (f/sy ridwan)

Virus westernisasi alias kebarat-baratan, benar-benar mewabah di kalangan muda-mudi ibu kota Sumbar ini. Dibilang udik, kuno, jadul dan sederet cimeeh lainnya bila berpacaran tidak hot.

Kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi sasaran empuk gaya hidup hedonis dan liberal itu. Bercumbu di muka umum, sudah menjadi pemandangan sehari-hari di tempat umum.

Menyingkap Gaya Pacaran Muda- Mudi

Warga Permisif, Kos Ajang Mesum

Oleh Heri Faisal

Pergaulan pelajar dan mahasiswa di Padang kian mengkhawatirkan. Tempat kos-kosan, menjadi lokasi favorit bagi muda-mudi memadu kasih. Seperti apa kehidupan rumah kos-kosan di Padang?
Rumah kos jadi tempat mesum paling aman. (karikatur/ Cornelis)

Aura hedonis seketika menyergap pandangan begitu berada di kawasan permukiman pelajar dan mahasiswa. Pasangan muda-mudi dengan tampilan gaul, menghiasi setiap sudut perkampungan.

 Di teras-teras rumah kos, ramai oleh muda-mudi berpacaran. Pemandangan itu mencolok di kawasan Airtawar, Ulakkarang, Jati, Lubuklintah, maupun Pasarbaru.

Tanamkan Percaya Diri, Dilatih Jadi Tukang Pijat

Oleh Heri Faisal & Haris Prima


Di mata Tuhan, semua manusia sama. Tidak ada satu pun yang membedakan kecuali ketakwaannya. Namun realitasnya, orang-orang cacat selalu terpinggirkan dalam kehidupan nyata.


Siswa panti Tuah Sakato diajarkan keahlian memijat. Kelak keahlian ini diharapkan mampu menopang masa depannya. (f/repro)

Diskriminasi itulah yang ingin diubah Kepala Seksi Pelayanan Keterampilan dan Kecakapan, Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah Sakato” Dinas Sosial Sumbar, Artina. Baginya, setiap orang memiliki kesempatan dan kelebihan yang tidak dimiliki manusia lainnya. Tak terkecuali mereka yang cacat, sekalipun.

Sore itu, Minggu (4/12), Padang Ekspres mengunjungi PSBN yang dikelolanya di Jalan Wisma Bunda, Kalumbuk, Kuranji, Padang. Panti itu sepi hanya dua tiga wanita tampak santai di depan asrama. Ada yang menyisir rambut, menggunting kuku, dan memainkan telepon genggam.

Atasi Jeratan Ekonomi, Lestarikan Kuliner Lokal

Oleh Heri Faisal
 
Modernisasi membuat kuliner tradisional tak banyak diminati. Anak muda lebih suka menyantap makanan siap saji daripada mengonsumsi makanan tradisional. Lambat laun, kuliner warisan budaya ini tak lagi dilirik. Meski begitu, masih ada satu dua peduli dan menggantungkan hidupnya dari makanan khas Minangkabau tersebut. Bagaimana kisahnya?

Mailinar (57), Penjual Kue Mangkuk Sayak di Koto Tangah, Padang. Tetap berusaha mengantungkan hidup dengan kuliner lokal. (f/sy ridwan)

Pasar pagi di Pasiakandang, Pasia Nantigo, Kototangah, Padang, setiap paginya selalu ramai dikunjungi warga setempat. Pasar tradisional di tepi pantai ini menyediakan segala macam kebutuhan harian. Mulai dari lauk-pauk, sayur mayur, makanan hingga mainan anak, tersedia di sini. Meski tak besar, pasar dengan luas sekitar 50 meter itu memiliki keunikan sendiri.

Salah satunya lapak milik Mailinar, 57. Ukurannya hanya 3 x 2 meter. Hanya ada dua kursi panjang dilengkapi meja. Setiap pagi, kedai ini selalu ramai dikunjungi pembeli. “Kalau pas ramai tak sanggup melayani pembeli,” katanya kepada Padang Ekspres, kemarin (6/12) . Ibu delapan anak itu menjual kue mangkuk sayak khas Minangkabau.   

Kamis, 10 November 2011

Berkreasi lewat Film

Oleh Heri Faisal dan Riswan Indra

"I am film maker"

Itulah deklarasi yang diucapkan sekitar 70 peserta workshop film yang digelar Unit Kegiatan Film dan Fotografi (UKFF) Universitas Negeri Padang (UNP), Sabtu (29/10). Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan UNP, Alizamar ikut tampil sebagai orang pertama yang menerima pin deklarasi.
Salah satu sesi pemotretan UKFF di UNP (f/repro)

“Kami ingin kenalkan siapa pun bisa bikin film,” kata Ketua UKFF, Deni Desvahendri. Menurutnya, selama ini paradigma yang tertanam di pikiran masyarakat adalah, membuat film itu susah. Peralatan melimpah, kru banyak, dan butuh dana besar.

“Sebenarnya tidak demikian,” ujar Deni. Membuat film bisa dilakukan oleh siapa saja, yang penting ada kemauan dan perlengkapan seadanya. “Kami bahkan pernah membuat film hanya dengan menggunakan handphone biasa. Resolusinya hanya 3,2 megapixel,” sebut mahasiswa jurusan manajemen itu. Tetapi hasilnya bersih dan bisa mendekati kamera profesional.

Kenalkan Software Aman dan Murah

Oleh Heri Faisal
  
Untuk pengoperasian komputer, masyarakat Indonesia khususnya di Padang hanya mengenal Windows. Padahal ada beberapa produk yang sebenarnya lebih unggul di banyak hal. Termasuk juga masalah legalitas. Salah satunya, Linux.
Anak-anak KPLI Padang mengenalkan Migos, sebuah sistem pengoperasian komputer berbasis Linux untuk masyarakat Sumatera Barat. Linux dinilai aman dan murah (f/sy ridwan)

 “Jika dibandingkan pengoperasian lain, seperti Windows maupun Macintosh, Linux sebenarnya lebih unggul. Linux, salah satu sistem operasi yang cocok bagi masyarakat, karena aman dan murah,” kata Budi Sunaryo, anggota Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) Padang, mengomentari Windows Oriented yang tertanam kuat di setiap pengguna jasa operasi komputer.

Budi mengatakan Linux bisa di-download secara gratis dan tidak perlu membayar lisensi. Sebab perekayasa Linux, Linus Torvalds memberikan produknya secara open source. Artinya terbuka untuk siapapun dan bisa dikembangkan lebih jauh.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kreatif sebelum ke Dunia Kerja

Oleh Heri Faisal


Menjadi profesional. Itulah target yang diharapkan anak-anak Sastra Production (Es-pe) setiap kali mengangkat acara. General Manager Es-pe, Chairani menyebut mereka selalu berusaha bekerja semaksimal mungkin untuk menyelesaikan acara yang diprogramkan.

Anggota Sastra Productions serius merencanakan kegiatan untuk Padang Fair 2011 yang ikut mereka isi (f/sy ridwan)

“Akhir tahun ini kami akan mengisi beberapa kegiatan di Padang Fair 2011, termasuk kegiatan rutin kami, Boom Sastra,” katanya kepada Padang Ekspres, kemarin (14/10). Kegiatan di Padang Fair itu meliputi iven pendidikan, kebudayaan, dan hiburan.

Kata Rani, panggilan akrab Chairani, masing-masing iven itu harus diisi dengan acara-acara yang kreatif. “Kami masih rancang, tunggu saja tanggal mainnya,” ujar dara asal Bukittinggi itu penuh rahasia.

Senin, 10 Oktober 2011

Mengincar Puncak Kedua

Oleh Heri Faisal


Puncak pertama dari tujuh gunung tertinggi di dunia, Carstenz Pyramid di pegunungan Jayawijaya, Papua dengan ketinggian 4.884 meter dari permukaan laut (mdpl) sudah tiga kali dicapai Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unand. Yakni sejak 2005, 2006, dan teranyar April lalu.

Beginilah kegiatan Mapala Unand. Selain mendaki gunung, olahraga Arung Jeram juga dilakoni. (f/ist)

Mengawali misi untuk melewati ketujuh puncak tertinggi dunia (Everest, Aconcagua, McKinley, Kilimanjaro, Elbrus, Vinson Massif, dan Carstenz Pyramid) tersebut, mereka memilih Carstenz sebagai pelabuhan awal. Selain masih berada di wilayah teritorial Indonesia, Papua, biaya yang dibutuhkan pun relatif lebih murah daripada pendakian puncak lainnya.

“Alhamdulillah, kami bisa melewati puncak itu dengan selamat,” kata Hardi Diarmi, pendaki senior Mapala Unand. Menurutnya, itu langkah awal yang baik untuk melakukan pendakian selanjutnya. Dalam waktu dekat, Hardi dan timnya berencana sudah mencapai puncak Elbrus di Pegunungan Kaukasus, Rusia dengan ketinggian 5.642 mdpl, dan  Gunung Kilimanjaro setinggi 5.895 mdpl di Tanzania, Afrika.

Cetak Jurnalis Andal

Oleh Heri Faisal

Sumatera Barat dikenal sebagai ladangnya penulis cum jurnalis. Dari dinasti Adityawarman, masa kolonial, hingga pascakemerdekaan selalu saja ada penulis ternama yang bermunculan. Sejarah juga mencatat di luar Jawa, surat kabar pertama terbit di Padang, Bintang Timor. Masyarakat Padang sudah membaca surat kabar berbahasa Melayu itu sejak 1864, jauh sebelum muncul koran-koran di daerah lain.

Tahun berganti tahun, jurnalis-jurnalis kenamaan lahir dari negeri Minangkabau. Dari Adinegoro, Rohana Kudus, Rosihan Anwar, Jusuf Ishak, hingga Karni Ilyas menjadi contoh di ranah nasional. Sayang generasi itu tak berlanjut sekarang. Sulit mencari jurnalis muda dengan bakat dan integritas mumpuni dari Sumbar.

“Dasar itu pula yang menggerakkan kami untuk mendirikan Asosiasi Pers Mahasiswa (Aspem) Sumbar,” kata Hendra kepada Padang Ekspres, Kamis (29/9). Menurutnya, pers kampus adalah sarana yang paling tepat untuk mendidik calon-calon jurnalis. Sayangnya karena tidak ada wadah, masing-masing pers kampus jalan sendiri-sendiri.

Sabtu, 24 September 2011

Bawa Seni Sampai ke ”Jantung” Masyarakat

Oleh Heri Faisal


Kesan seni rupa yang cenderung mewah dan elite, dipatahkan Kelompok Seni Berjalan (KSBJ) Trotoart. Cita-cita mereka cuma satu: membawa seni sampai ke “jantung” masyarakat. Artinya, tidak hanya akan berkesenian sampai ke pelosok-pelosok, tetapi juga akan membuat masyarakat mengerti dengan seni yang mereka bawakan.

Anak-anak Trotoart sibuk menghasilkan karya (f/sy ridwan)

Tomi Halnandes, ketua Kelompok Seni Berjalan (KSBJ) Trotoart saat dijambangi Padang Ekspres melihat seni rupa kebanyakan digelar di ruang tertutup, di galery atau di ruang pameran yang indah. Artinya, kalaupun bukan dari kalangan berada, penikmat biasanya datang dari mereka yang mengerti seni.

Makanya, Tomi dan rekan-rekannya bertekad, seni juga harus dinikmati oleh masyarakat luas tanpa batas. Itu pula yang menjadi dasar mereka mendirikan Trotoart, Februari tahun lalu. Meski awalnya hanya sebagai tempat kongkow teman sepermainan. Tapi dalam perjalanannya, mereka banyak bersentuhan dengan sisi-sisi kemanusiaan.

Sabtu, 17 September 2011

Belajar Profesional di Udara

 Oleh Heri Faisal
  
Tak sekadar menyalurkan hobi, anak-anak Jingga Radio, Universitas Andalas (Unand) telah mengubah diri memasuki dunia profesional. Ya, sejak 2004 silam radio yang genap menginjak usia 12 tahun pada 11 November nanti, statusnya bukan lagi unit kegiatan mahasiswa (UKM). Tetapi, sudah merupakan sebuah unit usaha di bawah PT Radio Jingga yang sahamnya dimiliki oleh kampus.


Iswatul Hasanah, Aditia Anugraha, Rini Febria, dan Albhika Helizafani kompak dimana saja. Apalagi di sekre mereka, radio Jingga, Auditorium Unand (f/sy ridwan)

“Otomatis kita harus berjibaku mengembangkan marketing-nya,” kata Engla Puspita, tim marketing radio Jingga kepada Padang Ekspres beberapa waktu lalu. Menurutnya, radio Jingga dikelola seperti kebanyakan radio umum yang beredar luas di masyarakat. Hanya yang menjadi pembeda, Jingga 100 persen digawangi oleh mahasiswa sebagai pengurus dan pengelola.

“Paling tua anggota sekarang ini angkatan 2007, sisanya anak-anak baru semua,” sebut Engla. Saat ini, anggota Jingga berjumlah 21 orang. Dalam waktu dekat, akan dilakukan perekrutan anggota baru lagi.

Sabtu, 10 September 2011

Tuah dari Rasa Ingin Tahu

Oleh Heri Faisal

Berkat rasa ingin tahu dan kemauan kuat untuk mengenal robot, beberapa mahasiswa teknik elektro Universitas Negeri Padang (UNP) mendirikan Tim Robotik UNP tahun lalu. Dengan bekal seadanya, mereka mampu bersaing dalam Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) regional Sumatera di Bangka Belitung tahun 2010 dan di Batam, Mei tahun ini.

Tim Robotik Gaza UNP foto bersama usai mengikuti Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) 2011 di Politeknik Negeri Batam, Mei lalu. (f/padek)

Pada kompetisi robot yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) bertempat di Politeknik Negeri Batam itu, Tim Robotik Gaza, perwakilan UNP mengikutsertakan tiga jenis robot untuk tiga kategori. Elektrode 7 ikut serta di Divisi Berkaki, Robo 8,2 SR New untuk Divisi Beroda, dan Minang Sipak di kelas Battle.

Robot 8,2 SR New akhirnya membawa pulang juara harapan I. “Rasanya itu sudah merupakan prestasi yang membanggakan buat kami. Kalau impian ya tentu menjuarai ajang itu, dan tampil di Robocon Asia Pacific Robot Contest, tapi dengan pengalaman minim kami sudah bersyukur sampai ke situ,” kata Sepriadi, ketua Tim Robotik Gaza bangga.

Kamis, 08 September 2011

Menanamkan Kebiasaan Positif

Wirid Remaja Mushala Al Furqan

Oleh Heri Faisal

Ketiga pelajar SMA ini dengan antusias menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang yang diajukan dewan juri dalam Liga Debat Wirid Remaja Masjid/Mushala se Padang sejak 26 Maret hingga 16 juli lalu. Tema budaya, adat, dan agama mereka lahap tuntas tanpa tersisa. Satu per satu lawan pun tersingkir di arena adu cerdas itu.

Camelia Permata Sari, Tari Azyaffi, dan Syarah Affianti didampingi Pembinanya Elliza di mushalla Al Furqan (f/sy ridwan)

Meski liga digelar malam minggu, dan kantuk mengganggu, wajah imut Tari Azyafi, Camelia Permata Sari, dan Syarah Affianti tetap berseri untuk adu wawasan. “Soal-soalnya nggak ada dipelajari di wirid remaja. Itu pengetahuan kita saja,” kata Tari kepada Padang Ekspres beberapa waktu lalu.

Ketiganya mewakili mushala Al Furqan mengikuti liga debat yang digagas Quran Learning Center, mushala Syuwarul Hayat. Untuk bisa menang mereka tidak berlatih keras, cukup menambah terkait tema-tema yang dilombakan dengan  membaca dan mencari referensi di internet.

Jumat, 19 Agustus 2011

Untuk Hobi, Prestasi, dan Profesi

Oleh Heri Faisal & Fresti Aldi

“Kami ingin mendukung prestasi kaligrafi Sumbar,” kata Ade Setiawan, Ketua Komunitas Kaligrafi Dar El-Qalam. Menurutnya, di luar Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, Sumbar memiliki potensi kaligrafi yang besar. Ada banyak bakat kaligrafer, tapi sayang tak banyak ruang yang bisa dipakai untuk kelompok hobi ini berkreasi menunjukkan bakatnya.

Hari Mukhlas, Ade Setiawan, dan M Fadhol mengerjakan kaligrafi untuk masjid Baitul Mukmini, Bariang, Kelurahan Anduring, Kecamatan Kuranji, Padang (f/sy ridwan)

Kegelisahan itu pulalah yang menjadi dasar Ade mendirikan Dar El- Qalam pada Desember 2008 lalu. Tujuannya menjadi wadah bagi orang-orang yang mau menggeluti dan memiliki ketertarikan atau hobi kaligrafi. Kemudian, membawanya menjadi sesuatu yang bisa membanggakan, berprestasi di bidang itu. Lalu menjadi profesi yang menyenangkan dan menghasilkan uang.

“Itu saja tujuannya, kita senang dengan sepenuh hati mengerjakannya dan bisa hidup dari situ,” jelasnya.
Di almamaternya IAIN Imam Bonjol, Ade pernah terlibat di sanggar Al-Qalam yang khusus mempelajari kaligrafi. Sayang, di sanggar itu kurikulum yang diberikan hanya untuk kelas dasar, atau bagi kaligrafer pemula. Aturan kampus juga membuat sanggar tidak bisa difungsikan layaknya sebuah komunitas seni. Jika ingin mengadakan acara harus melalui peraturan kampus yang ketat.

Minggu, 14 Agustus 2011

Hidupkan Suasana Tadarus

Oleh Heri Faisal

Meski di rantau, anak-anak itu tak pernah melupakan kampung halaman mereka. Itulah yang dialami Hidayatullah dan kawan-kawannya. Jauh-jauh meninggalkan Ranah Minang, menuntut ilmu di negeri Betawi, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, mereka tak lupa bermimpi “pulang membangun nagari”.

Sekitar 150 siswa Madrasah Dinniyah Awaliyah (MDA) Nagari Lasi, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam mengikuti Pesantren Kilat di Balai Adat Nagari Lasi. Pesantren tersebut digagas pseserta KKN UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. (f/padek)

“Itu tema program kami, pulang kampung untuk membangun nagari,” kata Dayat mewakili 36 rekan-rekannya peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Syarif Hidayatullah di Nagari Lasi, Kabupaten Agam sejak pertengahan Juli lalu.

Lelaki asal Sulikaia, Kabupaten Solok, itu bangga bisa kembali ke Sumbar untuk mengabdi. Dia senang bisa KKN di kampung sendiri. “Hanya 13 orang yang berasal dari luar, dari Makassar, Surabaya, dan Papua,” kata ketua kelompok KKN itu.

Ciptakan Kebiasaan Kreatif

Wirid Remaja Mushalla Shuwarul Hayat

Oleh Heri Faisal

Remaja sepertinya luput dari perhatian kita bersama. Remaja lebih banyak dicaci atau dibilang tidak tahu adat, emoh ikuti agama, dll. Tapi, tak banyak yang mau terjun langsung membina generasi remaja. Jarang didengar Karang Taruna bergerak atau KNPI berbuat sesuatu untuk remaja.

Anak-anak wirid remaja mushala Shuwarul Hayat menunjukkan kreatifitas mereka dengan membuat buletin dwi mingguan Pijar, dan menggelar Liga Debat Wirid Remaja se Kota Padang. (f/padek)

Beda kiranya yang terjadi di Mushala Shuwarul Hayat. Wirid remaja digiatkan. Itu pun tak mengikuti aturan siapa pun. Pengurus di sana percaya dengan metode yang mereka punya. Ileh Satria, instruktur wirid, menilai sepinya kegiatan wirid remaja di masjid karena pengelolaan wirid remaja tanpa inovasi yang membuat anak-anak tidak betah di masjid.

“Di masjid anak-anak tidak hanya mengaji, tetapi juga kreatif berkarya. Kita yang mengajar jadi lebih kreatif lagi,” katanya Ileh Satria, saat di temui Padang Ekspres, Jumat (5/8).

Melepas Kekangan Senioritas

Oleh Heri Faisal

Di luar, gaung teater Sumbar besar sekali. Tetapi, ketika sampai di sini, saya tidak menemukan ada festival teater atau sekolah teater,” kata Mahatma Muhammad, pendiri kelompok Teater Nan Tumpah mengomentari dunia teater di Padang kepada Padang Ekspres Kamis (28/7).

Kelompok Teater Nan Tumpah saat tampil di beberapa kesempatan. (f/padek)

Tahun lalu, setelah pulang dari Yogyakarta, dia bertekad membentuk kelompok teater yang bisa mewadahi aktivitas mahasiswa dalam berkarya. “Selama ini, kawan-kawan terbentur oleh senioritas yang berlaku di kampus jadi tak bisa maksimal dalam berkesenian. Lantas, kami memilih independent,” tuturnya.

Sebab, menurutnya, kelompok-kelompok atau unit kesenian di kampus menerapkan banyak aturan yang pada akhirnya menghambat kreativitas anggota-anggota baru. Padahal, banyak inspirasi yang bisa dikembangkan dan diekplorasi sendiri oleh yang baru-baru.

Dengan Suara Mengelilingi Dunia

Oleh Heri Faisal & Hijrah Adi Syukrial

Lagu “Babendi-bendi” dan “Lubuk Sao” yang dinyanyikan secara medley dinyanyikan tanpa jeda oleh Andalaswara Choir. Variasi pecahan suara yang beragam, pengaturan tempo sempurna, membuat juri mengangguk-anggukkan kepala, saking menikmatinya. Tak salah akhirnya, grup paduan suara asal Padang itu meraih bronze medal dalam Bandung International Choir Competition, Sabtu-Senin (2-4/7) lalu.

Andalaswara Choir saat tampil di Bandung International Choir Competition beberapa waktu lalu. (f/padek)

Itu bukan pernghargaan pertama bagi komunitas yang lahir 5 Januari 2007 ini. Di 2006, kelompok paduan suara ini menerima Undangan WCG (World Choir Games) V Graz, Austria. Pendirian grup tersebut juga dipersiapkan untuk mengikuti Asian Choir Games (ACG) 2007 di Jakarta. Hebatnya, di festival perdana yang mereka ikuti, grup itu langsung membawa pulang gold medal. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi.

Saat manajemen Andalaswara bersiap untuk partisipasi tim pada WCG 2008, datang lagi sebuah undangan satu bulan kemudian. Undangan kedua datang dari panitia penyelenggara The 1st ACG Jakarta. Karena iven berlangsung di 2007 juga, maka manajemen Andalaswara memilih berpartisipasi pada ACG.

Ke Toronto via Bukit Tui

Komunitas Sarueh Padang Panjang

Oleh Heri Faisal

Film “Penambang Kapur di Bukit Tui” menjadi satu film pendek yang ikut diputar pada Images Festival Toronto, Kanada Maret lalu. Film berdurasi 7:52 detik ini mengangkat keseharian wanita-wanita yang bekerja mencari kapur di sekitar Bukit Tui, Padangpanjang.

”Isunya lokal, tapi dapat menyentuh wilayah universal,” kata David Darmadi, ketua Komunitas Sarueh yang ikut mengerjakan film tersebut.

Membaca balega, salah satu kebiasaan yang dikembangkan di Komunitas Sarueh. (f/padek)

Menurut David, narasi-narasi kecil yang mengangkat sejarah, sosial, dan budaya masyarakat lokal yang ingin terus mereka dokumentasikan.

Menang dari Belajar Otodidak

Oleh Heri Faisal


Diiringi musik balad, dengan perpaduan permainan gitar, pianika, perkusi, dan harmonika, puisi berjudul “Bukit Biru Bukit Kelu” karya Taufik Ismail terasa berbeda ketika ditampilkan di Museum Adityawarman beberapa waktu lalu. Enam orang siswa MAN 2 Padang memainkan puisi penyair Angkatan ‘66 itu dengan penuh penghayatan.


Grup Nasyid MAN 2 Padang tengah berlatih di halaman sekolahnya. (f/padek)

Mereka adalah Ridho Abdul Aziz (gitar), Kurnia Nanda (vianika), Kurnia Hidayatul (vianika), Oktafril Febriansyah (lead vokal), Bizar Al-Furqon (gitar), dan Pije Jevitson (perkusi, harmonika). Semuanya anggota Grup Nasyid Shohibussalam dan Shohibatussalam yang didirikan sejak lima tahun lalu. Grup ini menjadi ekstrakurikuler (eskul) yang banyak diminati pelajar.

Taufik, guru agama di sekolah itu, menjadi pengaransemen musik. Dia pembina eskul nasyid dan sangat meminati seni. “Aransemennya sambil latihan saja sama anak-anak,” kata Taufik. Makanya ia tidak membebankan siswanya dengan target-target yang tinggi. “Yang penting tampil lepas dan menikmati saja,” tambahnya.

Patuhi Aturan Bukan Karena Polisi

Oleh Heri Faisal


Dua gadis dan jaka itu selalu tersenyum meski panas menyengat kulit putihnya. Dengan sabar, empat duta lalu lintas Sumbar ini membagikan bunga dan stiker tentang safety riding kepada pengendara beberapa waktu lalu.
Memberikan bunga memang bagian dari tugasnya sebagai duta lalu lintas. Tingginya kecelakaan, menurut Imelda Hardi, bukan untuk dihujat, tetapi mesti diselesaikan dengan perlahan. Bunga, menurutnya, simbol untuk menarik orang untuk mulai memperhatikan lalu lintas. 

Duta Lalu Lintas Sumbar, Imelda Hardi, menyapa dan memberikan bunga kepada pengendara di Jl Bagindo Aziz Chan, Padang (f/padek)

Ditanya apakah pernah melanggar rambu-rambu lalu lintas? Imelda tersipu. “Setiap kita, barangkali pernah melanggar aturan itu,” ujarnya berdiplomasi.

Duta Lalu Lintas Polresta Padang 2010 dan Duta Lalu Lintas Polda Sumatera Barat 2010 mengaku sebelum menjadi duta, pernah melanggar rambu-rambu lalu lintas. ”Waktu itu aku pernah menerobos lampu merah, tapi sekali itu aja,” katanya dengan muka merah mengenang kesalahannya.

Rivalitas Memanas

Fans Man. United vs Fans Barcelona

Oleh Heri Faisal


Final Liga Champions Eropa 2011 mempertemukan dua klub sepakbola terbaik dunia, Manchester United dan Barcelona yang digelar Sabtu (28/5) atau Minggu (29/5) dini hari waktu Indonesia dipercaya berlangsung panas. Meski digelar nun jauh di Wembley sana, hawa panasnya terasa begitu dekat dalam diri Dira Kurnia Sari, 22, fans United dan Nanda Andrean, penggemar sejati Barcelona.

Dira gemar mengoleksi sweater berlogo setan merah. Wajahnya pun ikut memerah, semerah pernak-pernik United koleksi pribadi yang ditunjukkannya kepada Padang Ekspres saat datang mengunjungi rumah kosnya di Airtawar beberapa hari lalu. Sudah 1,5 tahun gadis yang mengidolakan Wayne Rooney ini berkubang mengumpulkan apa saja yang berbau United. Ada belasan sweater, baju kaos, mainan kunci, poster, sticker, handuk, casing handphone, hingga bantal tidur.


Nanda Andrean (Fans Barcelona) dan Dira Kurnia Sari (Fans United), sama-sama optimis tim kesayangan mereka memenangi final Liga Champions di Wembley. (f/ sy ridwan)

Meski sudah punya koleksi sebanyak itu, Dira tetap berencana membeli apa saja yang berhubungan dengan MU. Kecintaannya pada klub tersebut sudah demikian besar, sampai pernah merasa kecewa begitu dalam.

Jumat, 01 April 2011

Lebih Dekat ke Online

Oleh Heri Faisal

Kalau bicara online, saya bisa dikatakan orang yang gaptek (gagap teknologi), istilah yang lima tahun terakhir begitu populer di Padang. Perkenalan saya dengan online baru terjadi sejak status saya berubah jadi mahasiswa sejak 2006 lalu. Itu pun baru sekedar mencari bahan-bahan perkualiahan di internet, lalu pandai bikin e-mail, bikin blog, dan facebook.

Akhir 2008 lalu, ketika saya bergabung dengan sebuah organisasi media di kampus, saya dipercaya memegang jabatan Manajer Event Organizer. Sesuatu yang baru buat saya. Tugasnya mengelola berbagai kegiatan organisasi, kasarnya bikin acara. 

Andika Destika Khagen, saat ini wartawan Harian Haluan, usul ke saya untuk angkatkan seminar soal Citizen Journalism. Saya tak begitu paham. Kami diskusi sampai beberapa hari. Fenomena ini memang sedang hangat di media. Padang Ekspres dan Singgalang konsisten menyediakan rubrik ini di halaman minggunya.

Yusrizal KW (di tengah, berkaca mata) dan AR. Rizal bersama kru Ganto setelah Seminar Citizen Journalism di Auditorium UNP, Minggu, 3 Mei 2009 (f/ganto)

Senin, 28 Maret 2011

Siapa Layak di Wembley ?



Oleh Heri Faisal

Jumat, 18 Maret lalu, UEFA melakukan pengundian perempatfinal Liga Champions di markas mereka di Nyon, Swiss. Liga Champions musim 2010-2011 ini memang menarik perhatian jutaan pasang mata di dunia. Untuk pertama kali pertandingan perdelapanfinal hanya dihelat dua pertandingan dalam semalam. Ini memang imbas tingginya permintaan televisi untuk tayangan live Liga Champions. Bisa jadi mulai musim depan, Liga Champions hanya ditayangkan satu pertandingan dalam semalam.

Internazionale yang secara dramatis menyingkirkan Bayern Muenchen di 16 besar harus kembali bertemu tim Jerman lainnya, Schalke 04. Meski kalah di Giuseppe Meazza, anak asuh Leonardo Araujo mampu mengatasi permainan kolektif yang diperagakan Arjen Robben dkk. I Nerazurri sukses membungkam publik Allianz Arena. Mereka lolos dengan agresivitas gol tandang, agregat 3-3 (1-0, dan 2-3). Tapi Schalke 04 yang kali ini diarsiteki mantan pelatih mereka Ralf Rangnick optimis menatap pertandingan delapan besar nanti.


Secara dramatis Internazionale menyingkirkan Bayern Muenchen di 16 besar Liga Champions. Sempat kalah 0-1 di Giuseppe Meazza, anak asuh Leonardo mampu menang 3-2 di Allianz Arena (f/repro)

Schalke 04 punya pengalaman bagus menghadapi Internazionale. Memori final Piala UEFA 1997 ingin kembali diulang. Saat itu, Schalke 04 memang adu penalti setelah di pertandingan normal, kandang dan tandang, berbagi angka 1-1. Masalahnya, meski memiliki dereten pemain bertalenta apik macam Manuel Neuer, Christoph Metzelder, Jefferson Farfan, Klaus jan Huntelaar, dan maestro Raul Gonzales, Schalke 04 baru saja memecat pelatih Felix Magath yang dianggap gagal menggerek prestasi Royal Blues di Bundesliga. So, Rangnick yang menggantikannya harus meracik kembali tim bertabur bintang ini agar semakin padu.    

Selasa, 08 Maret 2011

London Menuju Wembley


Oleh Heri Faisal

Pekan ini, pertarungan second leg perdelapan final Liga Champions Eropa kembali dimulai. Siapa yang akan membawa pulang trofi tingkat klub paling berkelas dari benua biru itu ? Masih harus menunggu Mei untuk mendapatkan jawaban tepat ketika final digelar di Wembley nanti.

Saat ini ada 16 tim saling sikut untuk memperebutkan delapan tiket yang disiapkan di fase selanjutnya. Gambaran tim mana saja yang berpotensi meraih jatah itu sudah mulai tampak. Inggris diwakili empat timnya, Manchester United, Arsenal, Chelsea, dan Tottenham Hotspurs. Spanyol dengan tiga wakilnya, Barcelona, Real Madrid, dan Valencia. Italia menempatkan Internazionale, AC Milan, dan Roma. Jerman menyertakan Bayern Muenchen dan Schalke, Prancis diwakili Lyon dan Marseille, Ukraina lewat Shakhtar Donetsk, dan Denmark diwakili Kovenhabg.

Wembley Stadium di London kembali menjadi view final Liga Champions 2010/2011. Stadion milik tim nasional Inggris ini sudah menghelat lima kali partai final. Empat diantaranya melahirkan juara baru. AC Milan, Manchester United, Ajax Amsterdam, dan Barcelona mengawali kejayaan dari sini. (f/repro)


Dua minggu lalu, semua tim sudah memulai langkah saling bunuh guna melapangkan jalan menuju Wembley. Arsenal yang bermarkas di Emirates Stadium menggulung Barcelona yang diisi tiga pemain terbaik dunia 2010 dengan skor tipis 2-1. Tak masalah, setidaknya anak asuh Arsene Wenger memiliki optimisme tinggi menjelang laga kedua di Camp Nou nanti. Chelsea dengan tenang menggasak kovenhab di Denmark. Dan yang lebih fenomenal adalah kemenangan Tottenham Hotspurs di kandang tim kuat AC Milan. Satu kaki mereka sudah di perempat final. Rafael van der Vaart cs hanya butuh hasil seri di White Hate Line nanti.

Jumat, 04 Maret 2011

Bangkitlah Persma Sumbar


Oleh Heri Faisal

Akhirnya, sembilan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) se-Sumatera Barat sepakat bikin acara. Namanya "Gebyar Persma Sumbar". Acara dilaksanakan tiga hari penuh. Dari Jumat hingga Minggu, 25-27 Maret. Diisi Expo, Workshop soal new media dan tantangan persma ke depan, dan puncaknya Kongres Persma. Ganto UNP dipercaya jadi house acara.

Ide untuk bentuk Ikatan Persma sudah lama muncul. Tapi baru menampakkan titik terang sejak November tahun lalu. Lewat sebuah chatting di Facebook, Andri El Faruqi, mantan Pimpinan UmumSuara Kampus, ajak saya ngumpulin rekan-rekan persma lagi. Saya setuju. Kami bagi tugas. Andri atau biasa disapa Aan juga ajak Joni Aswira, mantan Pemimpin Umum Wawasan Proklamator, dan Eko Kurniawan, Pemimpin Umum Gema Justisia. Saya dapat tugas atur pertemuan.

Rabu, 23 Februari 2011

Ya Mengabdi, Ya Dakwah


Oleh Heri Faisal
              
                Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Vega R bernomor polisi BM 3833 FZ warna biru, M. Isa Anshori bertolak menuju sekolah tempatnya mengajar. Jarak rumahnya dengan sekolah sekitar 1.000 meter. Hanya butuh waktu tak lebih dari lima menit. Itu pun dengan kecepatan di bawah 30 km/jam. Bahkan dengan jalan kaki juga tak perlu menghabiskan waktu setengah jam.
 
M. Isa Anshori, ketika ditemui di Madrasah tempatnya mengajar (f/heri)

                Rutinitas ini dilakukannya setiap hari sehabis zuhur, kecuali Jumat dan Minggu (dua hari itu sekolahnya memang libur). Ia mengajar sebuah sekolah sore di desa Beringin Lestari, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau dimana ia bermukim sekarang. Masyarakat di sana menyebutnya madrasah, sebuah sekolah setingkat SD (Sekolah Dasar) khusus mempelajari agama Islam. “Hampir tiap desa di sini punya madrasah,” kata Anshori.