Oleh Heri Faisal & Hijrah Adi Syukrial
Lagu “Babendi-bendi” dan “Lubuk Sao” yang dinyanyikan secara medley dinyanyikan tanpa jeda oleh Andalaswara Choir. Variasi pecahan suara yang beragam, pengaturan tempo sempurna, membuat juri mengangguk-anggukkan kepala, saking menikmatinya. Tak salah akhirnya, grup paduan suara asal Padang itu meraih bronze medal dalam Bandung International Choir Competition, Sabtu-Senin (2-4/7) lalu.
Andalaswara Choir saat tampil di Bandung International Choir Competition beberapa waktu lalu. (f/padek)
Itu bukan pernghargaan pertama bagi komunitas yang lahir 5 Januari 2007 ini. Di 2006, kelompok paduan suara ini menerima Undangan WCG (World Choir Games) V Graz, Austria. Pendirian grup tersebut juga dipersiapkan untuk mengikuti Asian Choir Games (ACG) 2007 di Jakarta. Hebatnya, di festival perdana yang mereka ikuti, grup itu langsung membawa pulang gold medal. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi.
Saat manajemen Andalaswara bersiap untuk partisipasi tim pada WCG 2008, datang lagi sebuah undangan satu bulan kemudian. Undangan kedua datang dari panitia penyelenggara The 1st ACG Jakarta. Karena iven berlangsung di 2007 juga, maka manajemen Andalaswara memilih berpartisipasi pada ACG.
Di kompetisi tingkat Asia itu, mereka mendulang prestasi berupa penghargaan Golden Diploma I. Tentu saja para anggota sangat bergembira dengan capaian tersebut. Belum puas, mereka berencana mengikuti WCG 5 Austria 2008 dan ACG 2 Korea 2009. Sayang, berbagai kendala merintangi dan menghalangi, hingga tim belum berhasil diberangkatkan.
“Bangga, kami bisa mengharumkan nama Sumatera Barat, meski tak didanai Pemprov,” kata Selli Marcelini, penyanyi soprano di grup paduan suara tersebut. Dia menyebut mereka harus banting tulang untuk bisa datang ke Bandung mengikuti kompetisi tingkat dunia itu.
Andalaswara Choir merupakan grup paduan suara independen yang didirikan oleh orang-orang yang suka bernyanyi dengan disiplin. “Ya, disiplin maksudnya tidak bisa mendayu-dayu seperti penyanyi solo. Paduan suara harus menyanyi dengan mengikuti notasi,” kata Masni Fansuri, salah satu pendiri grup tersebut 2007 silam.
Tetapi pada kenyataannya, paduan suara terdengar begitu asing di Padang. “Orang kalau mendengar paduan suara itu, konotasinya langsung pada gereja, capnya budaya baratlah,” ujar Selli mengisahkan sulitnya grup ini diterima masyarakat Padang.
Padahal, katanya, dari SD, SMP, hingga kuliah, paduan suara sudah dikenalkan secara luas. Setiap Senin menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Itu juga paduan suara,” tambah Sella, saudara kembar Selli menimpali. Jadi sebutnya paduan suara bukan sesuatu yang asing di Minangkabau.
Hanya saja, belum ada yang dikelola secara profesional. “Maksudnya memang tidak sekadar menyanyi berpadu ria saja, tapi mengikuti notasi-notasi lagu itu,” tambah mahasiswi pendidikan sendratasik UNP ini.
“Dalam waktu dekat, kami akan melakukan rekrutmen,” kata Arfen Drinata. Tidak muluk-muluk persyaratan yang dibebankan untuk mendaftar sebagai anggota baru. “Yang penting bisa nyanyi bersama,” tambahnya.
Rekrutmen juga dimaksudkan untuk melengkapi anggota Andalaswara menjadi sekitar 30 orang. “Idealnya paduan suara kan sebanyak itu,” jelas Kathie Aldilla, manajemen di grup tersebut.
Menurut Arfen, mereka tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti World Choir Games 2012 di Ohio, United Stated tahun mendatang. Namun, dirinya tetap menginginkan paduan suara semacam ini bisa diterima dan diapresiasi masyarakat Sumbar.
“Saya belum dengar ada paduan suara yang benar-benar dikelola selain kita di sini,” sebutnya. Maka, Arfen bertekad mereka harus jadi pionir lahirnya paduan-paduan suara baru di Sumatera Barat. “Kalau diapresiasi dengan baik, jenis kesenian ini tentu akan berkembang pesat juga,” imbuhnya.
Saat ini, Andalaswara beranggotakan 26 orang, terdiri dari tujuh orang penyanyi soprano, empat alto, empat tenor, empat bass, lima orang manajemen tim, satu orang pianis dan satu pelatih.
Diterbitkan di Padang Ekspres, Sabtu, 23 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar