Oleh Heri Faisal
Pada kompetisi robot yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) bertempat di Politeknik Negeri Batam itu, Tim Robotik Gaza, perwakilan UNP mengikutsertakan tiga jenis robot untuk tiga kategori. Elektrode 7 ikut serta di Divisi Berkaki, Robo 8,2 SR New untuk Divisi Beroda, dan Minang Sipak di kelas Battle.
Robot 8,2 SR New akhirnya membawa pulang juara harapan I. “Rasanya itu sudah merupakan prestasi yang membanggakan buat kami. Kalau impian ya tentu menjuarai ajang itu, dan tampil di Robocon Asia Pacific Robot Contest, tapi dengan pengalaman minim kami sudah bersyukur sampai ke situ,” kata Sepriadi, ketua Tim Robotik Gaza bangga.
Nama Gaza katanya, diambil untuk menularkan semangat warga Gaza di Palestina yang tetap tegar menghadapi berbagai cobaan kepada anggota timnya agar tidak rendah diri. Sebab, walau serba kekurangan, asal ada semangat dan kemauan keras, keinginan bisa diwujudkan.
Semangat semacam itulah yang terus mereka pupuk. Karena untuk menghasilkan robot yang baik, diperlukan ketekunan dan kesabaran. “Saya selalu tekankan itu ke adik-adik yang baru. Sayangnya banyak yang bergabung ke sini sudah memikirkan robot transformer. Mestinya belajar yang kecil-kecil saja dulu,” imbuhnya.
Hal itulah yang membuat anggota mereka tidak bertambah banyak. Karena tidak sabar, akhirnya keluar di tengah jalan. Saat ini, sebutnya, tim inti Robotik Gaza hanya beranggotakan tujuh orang, dan 20 orang lainnya anggota baru. “Robot itu kan tidak mesti yang supercanggih. Kita sesuaikan dengan kemampuan,” imbuhnya.
Seperti robot Line Follower, dengan tampilan sederhana dari kotak sambal, tim Robotik Gaza berhasil menyabet kategori desain terbaik dalam kompetisi robot di Politeknik Negeri Padang awal tahun ini. Mereka berencana tetap giat mengikuti kompetisi robot.
“Di sini belajarnya otodidak saja. Diskusi dan berani mencoba utak atik. Kalau bingung langsung tanya mbah Google,” kata Rifki menambahkan. Di kelas, pelajaran mengenai robot tidak ada. Di jurusan Teknik Elektro UNP pun materi robotik hanya sesekali disinggung dalam mata kuliah.
“Kalau di tempat lain kan memang ada jurusannya, minimal seperti di UBH ada prodinya,” tambah Asep, panggilan akrab mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2008 itu.
Ketiadaan program itu, katanya, menjadi kendala mereka dalam menciptakan robot. Apalagi, kebanyakan anggota Robotik Gaza juga berlatar SMA. Jadi, masih kaku soal pemrograman, mekanika, maupun masalah rangkaian elektronik.
Integrasi ketiganya adalah hal mendasar dalam pembuatan robot. Untuk penerimaan anggota baru, mereka terbuka kepada semua jurusan di Fakultas Teknik. “Yang penting mau sama-sama belajar,” tambahnya.
Ke depan, mereka berharap memiliki ruang workshop (bengkel kerja) sendiri, dan tentu saja kepedulian dari pihak kampus. “Kalau untuk latihan kami patungan cari dana. Termasuk beli komponen-komponen yang harus dipesan dulu ke Jakarta. Mengharapkan dana dari kampus susah, harus ada iven baru dibantu. Padahal, bikin robot itu tidak pas ada iven saja,” kata Iqbal memaparkan kesulitan mereka.
Rencananya, mereka akan lebih kreatif membuat robot. Tidak terbatas untuk mengikuti kompetisi saja.
”Memang harus yang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti di Jepang, restoran banyak memanfaatkan robot untuk mengantar makanan. Kita juga punya potensi untuk berbuat lebih inovatif,” tuturnya.
Diterbitkan di Padang Ekspres Sabtu, 10 September 2011
Berkat rasa ingin tahu dan kemauan kuat untuk mengenal robot, beberapa mahasiswa teknik elektro Universitas Negeri Padang (UNP) mendirikan Tim Robotik UNP tahun lalu. Dengan bekal seadanya, mereka mampu bersaing dalam Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) regional Sumatera di Bangka Belitung tahun 2010 dan di Batam, Mei tahun ini.
Tim Robotik Gaza UNP foto bersama usai mengikuti Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) 2011 di Politeknik Negeri Batam, Mei lalu. (f/padek)
Pada kompetisi robot yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) bertempat di Politeknik Negeri Batam itu, Tim Robotik Gaza, perwakilan UNP mengikutsertakan tiga jenis robot untuk tiga kategori. Elektrode 7 ikut serta di Divisi Berkaki, Robo 8,2 SR New untuk Divisi Beroda, dan Minang Sipak di kelas Battle.
Robot 8,2 SR New akhirnya membawa pulang juara harapan I. “Rasanya itu sudah merupakan prestasi yang membanggakan buat kami. Kalau impian ya tentu menjuarai ajang itu, dan tampil di Robocon Asia Pacific Robot Contest, tapi dengan pengalaman minim kami sudah bersyukur sampai ke situ,” kata Sepriadi, ketua Tim Robotik Gaza bangga.
Nama Gaza katanya, diambil untuk menularkan semangat warga Gaza di Palestina yang tetap tegar menghadapi berbagai cobaan kepada anggota timnya agar tidak rendah diri. Sebab, walau serba kekurangan, asal ada semangat dan kemauan keras, keinginan bisa diwujudkan.
Semangat semacam itulah yang terus mereka pupuk. Karena untuk menghasilkan robot yang baik, diperlukan ketekunan dan kesabaran. “Saya selalu tekankan itu ke adik-adik yang baru. Sayangnya banyak yang bergabung ke sini sudah memikirkan robot transformer. Mestinya belajar yang kecil-kecil saja dulu,” imbuhnya.
Hal itulah yang membuat anggota mereka tidak bertambah banyak. Karena tidak sabar, akhirnya keluar di tengah jalan. Saat ini, sebutnya, tim inti Robotik Gaza hanya beranggotakan tujuh orang, dan 20 orang lainnya anggota baru. “Robot itu kan tidak mesti yang supercanggih. Kita sesuaikan dengan kemampuan,” imbuhnya.
Seperti robot Line Follower, dengan tampilan sederhana dari kotak sambal, tim Robotik Gaza berhasil menyabet kategori desain terbaik dalam kompetisi robot di Politeknik Negeri Padang awal tahun ini. Mereka berencana tetap giat mengikuti kompetisi robot.
“Di sini belajarnya otodidak saja. Diskusi dan berani mencoba utak atik. Kalau bingung langsung tanya mbah Google,” kata Rifki menambahkan. Di kelas, pelajaran mengenai robot tidak ada. Di jurusan Teknik Elektro UNP pun materi robotik hanya sesekali disinggung dalam mata kuliah.
“Kalau di tempat lain kan memang ada jurusannya, minimal seperti di UBH ada prodinya,” tambah Asep, panggilan akrab mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2008 itu.
Ketiadaan program itu, katanya, menjadi kendala mereka dalam menciptakan robot. Apalagi, kebanyakan anggota Robotik Gaza juga berlatar SMA. Jadi, masih kaku soal pemrograman, mekanika, maupun masalah rangkaian elektronik.
Integrasi ketiganya adalah hal mendasar dalam pembuatan robot. Untuk penerimaan anggota baru, mereka terbuka kepada semua jurusan di Fakultas Teknik. “Yang penting mau sama-sama belajar,” tambahnya.
Ke depan, mereka berharap memiliki ruang workshop (bengkel kerja) sendiri, dan tentu saja kepedulian dari pihak kampus. “Kalau untuk latihan kami patungan cari dana. Termasuk beli komponen-komponen yang harus dipesan dulu ke Jakarta. Mengharapkan dana dari kampus susah, harus ada iven baru dibantu. Padahal, bikin robot itu tidak pas ada iven saja,” kata Iqbal memaparkan kesulitan mereka.
Rencananya, mereka akan lebih kreatif membuat robot. Tidak terbatas untuk mengikuti kompetisi saja.
”Memang harus yang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti di Jepang, restoran banyak memanfaatkan robot untuk mengantar makanan. Kita juga punya potensi untuk berbuat lebih inovatif,” tuturnya.
Diterbitkan di Padang Ekspres Sabtu, 10 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar