Oleh Heri Faisal
Lelaki asal Sulikaia, Kabupaten Solok, itu bangga bisa kembali ke Sumbar untuk mengabdi. Dia senang bisa KKN di kampung sendiri. “Hanya 13 orang yang berasal dari luar, dari Makassar, Surabaya, dan Papua,” kata ketua kelompok KKN itu.
Mereka datang ke Sumbar berkat kerja sama Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) di Jakarta dengan UIN Syarif Hidayatullah. “Untuk dana, selain uang pribadi, kami juga dibantu donatur melalui KMM,” ujarnya.
Selama sebulan penuh menetap di nagari kaki Marapi itu, mereka terlibat banyak hal dengan masyarakat setempat. Seperti kegiatan Ramadhan dan pengabdian kepada masyarakat. “Fokus kami di bulan Ramadhan memang kegiatan keagamaan, Pesantren Ramadhan, mengisi ceramah di masjid, tadarusan malam, menggelar MTQ untuk tingkat remaja, dan macam-macam,” katanya.
Kegiatan mereka disambut antusias masyarakat setempat, terutama kegiatan Pesantren Ramadhan dan tadarusan malam yang sudah mulai hilang di kampung-kampung. Untuk Pesantren Ramadhan, memang belum diwajibkan oleh sekolah-sekolah di Agam. “Saya pikir ini kesempatan bagi kami untuk mengajak masyarakat sadar betapa pentingnya Pesantren Ramadhan bagi anak-anak,”serunya.
Sejak awal puasa, para mahasiswa ini menggelar Pesantren Ramadhan di SMPN 3 Canduang Pasanehan dan MTS Kubangputih. “Alhamdulillah kegiatan itu direspons positif guru, siswa, dan masyarakat,” ucap Adriansyah.
Begitu tadarusan, mereka mampu mengajak pemuda-pemudi setempat berlama-lama di masjid untuk mengaji bersama. Kuncinya, kata Adrian, adalah bagaimana bergaul dengan pemuda dan masyarakat untuk kemudian mengajak mereka melakukan kebiasaan positif.
Para mahasiswa ini juga memberi ceramah agama di masjid-masjid setempat. Tak sekadar di bidang keagamaan, mereka melakukan kegiatan sosial seperti mengelola tabek ikan sekaligus membantu memberikan bibitnya. Dan, kegiatan sosial lainnya.
Buah kerja mereka hampir sebulan itu sudah menampakkan hasil. Azizurrahmi, warga setempat, membenarkan sejak kedatangan rombongan KKN di kampungnya, kegiatan kepemudaan kembali bergairah. Masjid dan mushala kian ramai, pemuda-pemuda setempat pun tidak ragu bertanya dan belajar dengan mereka.
“Selalu ada sharing dan diskusi dengan pemuda-pemuda setempat bagaimana upaya mengembangkan kegiatan kepemudaan. Termasuk menyusun proposal, menyiapkan kepanitiaan acara. Bahkan, dalam minggu ini, kami dan organisasi pemuda menggelar training kepemimpinan untuk pemberdayaan pemuda dan remaja,” beber Dayat.
Dia merasa menemukan keluarga baru di Lasi. Menurutnya, orang-orang di sana mau belajar dan mau menuju kehidupan yang lebih. “Itu ciri khas orang Minang, mau terus belajar,” imbuhnya.
Dalam pandangannya, yang diperlukan oleh pemuda-pemudi di daerah hanya pionir yang bisa merangkul dan menggerakkan mereka menuju ke arah kebaikan.
Itu yang coba dilakukan Hidayatullah dan kawan-kawannya. Mungkin hanya setitik, tapi diharapkannya mengurangi kekeringan minimnya pembangunan mental terhadap kampung halaman.
Diterbitkan di Padang Ekspres, Sabtu,13 Agustus 2011
Meski di rantau, anak-anak itu tak pernah melupakan kampung halaman mereka. Itulah yang dialami Hidayatullah dan kawan-kawannya. Jauh-jauh meninggalkan Ranah Minang, menuntut ilmu di negeri Betawi, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, mereka tak lupa bermimpi “pulang membangun nagari”.
Sekitar 150 siswa Madrasah Dinniyah Awaliyah (MDA) Nagari Lasi, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam mengikuti Pesantren Kilat di Balai Adat Nagari Lasi. Pesantren tersebut digagas pseserta KKN UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. (f/padek)
“Itu tema program kami, pulang kampung untuk membangun nagari,” kata Dayat mewakili 36 rekan-rekannya peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Syarif Hidayatullah di Nagari Lasi, Kabupaten Agam sejak pertengahan Juli lalu.
Lelaki asal Sulikaia, Kabupaten Solok, itu bangga bisa kembali ke Sumbar untuk mengabdi. Dia senang bisa KKN di kampung sendiri. “Hanya 13 orang yang berasal dari luar, dari Makassar, Surabaya, dan Papua,” kata ketua kelompok KKN itu.
Mereka datang ke Sumbar berkat kerja sama Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) di Jakarta dengan UIN Syarif Hidayatullah. “Untuk dana, selain uang pribadi, kami juga dibantu donatur melalui KMM,” ujarnya.
Selama sebulan penuh menetap di nagari kaki Marapi itu, mereka terlibat banyak hal dengan masyarakat setempat. Seperti kegiatan Ramadhan dan pengabdian kepada masyarakat. “Fokus kami di bulan Ramadhan memang kegiatan keagamaan, Pesantren Ramadhan, mengisi ceramah di masjid, tadarusan malam, menggelar MTQ untuk tingkat remaja, dan macam-macam,” katanya.
Kegiatan mereka disambut antusias masyarakat setempat, terutama kegiatan Pesantren Ramadhan dan tadarusan malam yang sudah mulai hilang di kampung-kampung. Untuk Pesantren Ramadhan, memang belum diwajibkan oleh sekolah-sekolah di Agam. “Saya pikir ini kesempatan bagi kami untuk mengajak masyarakat sadar betapa pentingnya Pesantren Ramadhan bagi anak-anak,”serunya.
Sejak awal puasa, para mahasiswa ini menggelar Pesantren Ramadhan di SMPN 3 Canduang Pasanehan dan MTS Kubangputih. “Alhamdulillah kegiatan itu direspons positif guru, siswa, dan masyarakat,” ucap Adriansyah.
Begitu tadarusan, mereka mampu mengajak pemuda-pemudi setempat berlama-lama di masjid untuk mengaji bersama. Kuncinya, kata Adrian, adalah bagaimana bergaul dengan pemuda dan masyarakat untuk kemudian mengajak mereka melakukan kebiasaan positif.
Para mahasiswa ini juga memberi ceramah agama di masjid-masjid setempat. Tak sekadar di bidang keagamaan, mereka melakukan kegiatan sosial seperti mengelola tabek ikan sekaligus membantu memberikan bibitnya. Dan, kegiatan sosial lainnya.
Buah kerja mereka hampir sebulan itu sudah menampakkan hasil. Azizurrahmi, warga setempat, membenarkan sejak kedatangan rombongan KKN di kampungnya, kegiatan kepemudaan kembali bergairah. Masjid dan mushala kian ramai, pemuda-pemuda setempat pun tidak ragu bertanya dan belajar dengan mereka.
“Selalu ada sharing dan diskusi dengan pemuda-pemuda setempat bagaimana upaya mengembangkan kegiatan kepemudaan. Termasuk menyusun proposal, menyiapkan kepanitiaan acara. Bahkan, dalam minggu ini, kami dan organisasi pemuda menggelar training kepemimpinan untuk pemberdayaan pemuda dan remaja,” beber Dayat.
Dia merasa menemukan keluarga baru di Lasi. Menurutnya, orang-orang di sana mau belajar dan mau menuju kehidupan yang lebih. “Itu ciri khas orang Minang, mau terus belajar,” imbuhnya.
Dalam pandangannya, yang diperlukan oleh pemuda-pemudi di daerah hanya pionir yang bisa merangkul dan menggerakkan mereka menuju ke arah kebaikan.
Itu yang coba dilakukan Hidayatullah dan kawan-kawannya. Mungkin hanya setitik, tapi diharapkannya mengurangi kekeringan minimnya pembangunan mental terhadap kampung halaman.
Diterbitkan di Padang Ekspres, Sabtu,13 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar