Judul Asli : The Secret History of The American Empire
Penulis : John Perkins
Penerbit : Ufuk Press
Cetakan I : Maret 2009
Tebal : xviii + 465
Pernahkah kita bangga memakai pakaian bermerek Nike, Adidas, Polo, GAP dan puluhan merk lainnya yang hanya bisa didapat dengan bilangan rupiah yang tak sedikit ? Pernahkah kita tahu dimana pakaian tersebut diproduksi ? Atau pernahkah kita tahu berapa besar bayaran buruh yang mengerjakan pakaian dengan harga selangit itu ?. Pastinya kita bangga memakai pakaian bermerk dan berkualitas tinggi yang diidentikkan dengan kalangan berada tersebut. Tetapi mungkin hanya segelitir dari kita yang tahu dimana barang-barang tersebut diproduksi dan dibayar berapa karyawannya.
Sebuah pengakuan terhadap ketidakseimbangan harga produk dengan bayaran buruh yang mengerjakannya diungkapkan John Perkins dalam bukunya The Secret History of The American Empire. Perkins membeberkan fakta bahwa buruh Nike di Jakarta hanya dibayar dua dolar perhari. Padahal mereka dipaksa kerja lembur hampir 15 jam setiap harinya. Tanpa pernah perusahaan memperdulikan bagaimana kesehatan dan taraf hidup para buruhnya. Kondisi serupa juga dirasakan ratusan ribu buruh di negara perwakilan perusahaan-perusahaan besar tersebut. Terutama di negara-negara berkembang yang kekuatan hukumnya masih bisa dimonopoli oleh penguasa.
Korporatokrasi adalah jaringan yang bertujuan untuk memetik laba dan keuntungan besar melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme. Negara-negara dunia ketiga yang dianggap masih berperekonomian rendah menjadi korban dari praktek tersebut.
Para korporator, pelaku korporatokrasi menyusun strategi dengan menyambangi negara-negara sasaran untuk diajak bekerja sama. Kemudian mereka membuat laporan palsu kepada Bank Dunia dan IMF menyangkut kondisi keuangan suatu negara agar diberikan bantuan dana besar yang nominalnya mustahil mampu dibayar negara penerima bantuan hutang tersebut dalam waktu relatif singkat. Tujuannya tentu agar negara pendonor (perusahaan-perusahaan korporat) dengan mudah untuk masuk, mengontrol dan memonopoli perekonomian negara penerima hutang.
Indonesia sendiri menurut laporan John Perkins adalah salah satu negara korban korporatokrasi. Perusahaan minyak semacam ExxonMobile, Chevron, BP, dan Freeport adalah ancaman serius yang terus mengeruk kekayaan bumi Indonesia, tanpa pemerintah bisa berbuat banyak karena tekanan dari tuntutan korporatokrasi tadi.
Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan tekstil ternama seperti Nike, Adidas, GAP, dan sebagainya. Mendirikan cabang di negara berkembang adalah keuntungan tersendiri yang sangat besar bagi mereka. Bahan baku bisa didapatkan dengan mudah dan dengan harga yang murah. Buruh biasa diberi gaji rendah dan dipekerjakan sesukanya. Ini terjadi karena besarnya peran korporatokrasi mempengaruhi kebijakan pemerintah. Akibatnya angka kemiskinan terus membludak, sementara penguasa yang dekat dengan para korporat hidup penuh kemakmuran.
Tak hanya di Indonesia, hampir semua negara Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah adalah korban dan sasaran empuk korporatokrasi. Berbagai cara dilakukan para bandit ekonomi ini untuk menguasai negara-negara tersebut. Jika gagal dengan cara lunak berupa bantuan (sogokan dana), maka cara lain ditempuh. Di Iran, pelaku korporatokrasi adalah otak sentral penggulingan Shah Iran dari singgasananya. Shah Iran adalah tokoh yang getol menolak bekerja sama dengan korporatokrasi. Begitu pun dengan pembunuhan presiden Panama, Omar Torrijos. Permasalahannya sederhana saja, karena pemimpin negara tersebut tidak mau menuruti kemauan korporatokrasi.
Dalam buku ini, Perkins menceritakan pengalamannya bekerja sebagai bandit ekonomi di 20 negara lebih. Mulai dari merusak satu sistem di suatu negara hingga membuat negara-negara tersebut memiliki ketergantungan yang besar terhadap korporatokrasi. Logika yang diciptakan sederhana saja, yakni bagaimana negara-negara miskin memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap korporatokrasi. Sehingga kebijakan pemerintah di negara tersebut bisa diatur oleh pihak korporat. Selanjutnya para bandit ekonomi dengan leluasa menguras sumber daya alam negara-negara tadi untuk kemakmuran sepihak, Amerika Serikat dan negara maju yang mengagungkan korporatokrasi.
Dengan keikhlasan yang tinggi untuk merubah peradaban dunia, Perkins menerbitkan buku yang penuh kontroversi ini. Pengalaman pribadi yang dilaluinya sebagai bandit ekonomi dulunya, disertai data dan pemahaman yang tinggi terhadap ekonomi global menjadi magnet tersendiri untuk mengetahui lebih jauh karya fenomenal ini. Apalagi ditunjang dengan kesuksesan buku Perkins sebelumnya Conffesion of An Economics Hitman, melengkapi pengetahuan kita tentang jahatnya jaringan korporatokrasi.
Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional, seperti membuka mata kita, sekaligus mengagetkan kita bahwa ternyata tanpa kita sadari ada organisasi terselubung yang mengarahkan kita pada kehancuran. Perkins dengan kesadaran penuhnya mengingatkan kita akan bahayanya jaringan tersebut. Maka solusi-solusi arif untuk menghindari korporatokrasi juga dipaparkan secara detail dalam buku ini.
Diterbitkan di Harian Singgalang, November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar