Jumat, 04 Juni 2010

Menyisir Jejak Peradaban

Oleh Heri Faisal

Judul : Atlantis, The Lost Continent Finally Found
Penulis : Prof. Arysio Santos
Penerbit : Ufuk Press
Cetakan : II, Maret 2010
Tebal : iv + 677 halaman


Selama 30 puluh tahun melakukan penelitian, Prof. Arysio Santos, geolog dan fisikawan nuklir Brasil mengidentifikasi bahwa lokasi sebenarnya tentang keberadaan benua Atlantis yang hilang adalah Indonesia. Kontan saja, penelitian profesor yang meninggal dunia pada 2005 lalu itu, mengejutkan dunia. Betapa tidak, selama ini Indonesia tidak pernah sekali pun disebut-sebut para ahli sebagai basis benua Atlantis.
Identifikasi Santos yang menyebutkan Indonesia sebagai bekas keberadaan Atlantis bukanlah pernyataan kosong untuk mematahkan penelitian ahli lainnya atau sekedar mencari sensasi semata. Santos tetap berpijak pada dua dialog Plato yang mendeskripsikan Atlantis dengan indahnya, Timaeus dan Critias. Dalam dialog tersebut Plato dengan jernih menggambarkan surga dunia Atlantis yang tanahnya subur, masyarakatnya makmur, dan kotanya maju. Namun peradaban paling tua di bumi itu tenggelam dihantam gelombang besar.
Dari penelitian Santos yang merujuk kepada banyak sumber tentang lenyapnya Atlantis, benua besar itu tenggelam dalam sebuah bencana hebat, banjir raksasa yang sebelumnya juga disebabkan letusan gunung dan gempa bumi. Menjadikan Atlantis tenggelam di samudera luas, menyisakan pulau-pulau kecil yang selanjutnya bercerai-berai. Peristiwa ini terjadi di zaman pleistosen 11.600 tahun yang lalu.
Ia memusatkan perhatian pada letak geologis, geomorfologis, sosio budaya, dan bahasa. Letak indonesia menurut Santos sama persis dengan kondisi alam Atlantis yang digambarkan Plato. Sebelumnya, dari hasil pemetaan ia menyimpulkan bahwa kepulauan di nusantara hingga laut cina selatan membentuk satu daratan yang luas yang disebut benua Atlantis. Terjadinya banjir bandang dan tsunami-tsunami raksasa setinggi ratusan meter yang disebabkan ledakan gunung Toba dan gunung Krakatau membantu mempercepat berakhirnya zaman es. Menenggelamkan Atlantis, dan menghancurkan peradabannya.
Dunia memasuki babak baru setelah itu. Maka lahirlah bangsa Mesir, bangsa Izca, bangsa Aztec, bangsa Funisia, dan lain-lain. Mereka membangun dinasti-dinasti baru di tempat yang baru pula. Hingga Atlantis tak memiliki bekas. Namun dari setiap bangsa di dunia tersebut, Santos melihat ada satu muara yang menjadi dasar kebudayaan mereka, yakni Atlantis. Hingga beribu-ribu tahun kemudian Atlantis hilang tak berbekas. Yang tersisa hanya mitos-mitos tentang sebuah negeri yang indah, dimana beradaban manusia berawal dari sana.
Saking berharganya mitos ini, penelitian tentang Atlantis terus dilakukan secara terbuka. Beberapa peneliti sudah mengklaim keberadaan Atlantis berdasarkan temuan mereka. Seperti di Amerika, Kepulauan Celtic, Kepulauan Karibia, Gibraltar, Pulau Kreta, hingga Maroko dan Benin yang sama sekali tak ada kaitannya dengan Atlantis menjadi pusat perhatian para ahli.
Tetapi hasil penelitian Santos memang benar-benar mencengangkan. Ia bisa menggabungkan mitos-mitos setiap bangsa tentang Atlantis menjadi sebuah penemuan yang nyata. Situs Atlantis yang sudah terkubur ribuan tahun kini ditengarai berada di bumi nusantara.
Buku ini selain mencengangkan dan menjawab teka-teki akan keberadaan benua Atlantis yang tenggelam di dasar laut, juga menjadi motivasi sendiri bagi kita masyarakat Indonesia. Apakah kita tidak bangga bahwa sebenarnya bangsa inilah pewaris kerajaan tunggal Atlantis ? Tentu kita harus bangga. Selama ini masyarakat kita selalu minder untuk bersaing dengan bangsa lain. Padahal sebenarnya di bumi inilah surga pertama dibangun. Atlantislah yang secara langsung mengajarkan kepada dunia bagaimana bercocok tanam, bagaimana berperadaban, dan memanfaatkan teknologi .
Dibalik penemuan itu, Santos secara tidak langsung mengajak kita untuk bangkit melawan rasa malu dan tak percaya diri. Membangun Indonesia dengan memajukan peradaban mewarisi superioritas bangsa Atlantis. Karena di bumi inilah jejak surga ditinggalkan.

Diterbitkan di Harian Singgalang, 2 Mei 2010


Tidak ada komentar: