Judul Buku : Pompeii
Penulis : Robert Harris
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, September 2009
Tebal : 392 Halaman
Tahukah kita seberapa penting fungsi air ? Apa pula jadinya jika hidup ini tanpa dilengkapi dengan sumber air yang memadai ? Tentunya kita akan mati. Tak hanya manusia, hewan, tumbuhan dan apapun namanya jika itu makhluk hidup, maka akan musnah tanpa sumber yang satu ini.
Karena begitu pentingnya air, maka banyak orang yang berusaha memanfaatkan sumber daya ini bagi kepentingan kelompok saja. Hal itu sudah berlangsung sangat lama. Bahkan mungkin sudah berlaku sejak beratus-ratus tahun sebelum Masehi.
Kisah kehancuran kota Pompeii yang subur juga tak lepas dari politk air. Robert Harris mencoba mendeskripsikan imajinasi dan penelitiannya tentang kota tua di masa kekaisaran romawi kuno ini. Menjadi kisah yang menarik, yang kadang terasa seperti membaca perjalanan sejarah nyata.
Marcus Attilius adalah Sang Augusta baru yang ditunjuk kaisar Roma menggantikan posisi Exomnius yang dianggap gagal mengurusi masalah air di semenanjung teluk Neapolis. Kekeringan mulai terjadi di kota-kota sekitar teluk tersebut. Attilius sebagai insinyur yang bertanggung jawab terhadap pasokan air segera turun untuk memeriksa pipa-pipa yang menghubungkan setiap kota.
Semakin hari, krisis air semakin menjadi di kota-kota sekitar teluk. Namun kondisi janggal menurut Attilius terjadi di kediaman Ampliatus, budak yang jadi bangsawan karena kelicikan membodohi tuannya. Puluhan kolam-kolam ikannya tak mengalami kekeringan sedikitpun.
Konflik terjadi ketika ratusan ribu ikan-ikan milik Ampliatus mati secara tiba-tiba. Budak yang setiap hari setia memberi makan ikan-ikannya menjadi kambing hitam atas musibah tersebut. Hukuman mati adalah harga bagi para budak untuk menggantikan ikan-ikannya yang mati. Attilius melibatkan dirinya di sini meski tidak tertarik sedikit pun. Yang membuat ia penasaran adalah kekeringan yang terus mendera di setiap sudut kota, dan pemandangan berbeda di istana Ampliatus yang memiliki air melimpah untuk kolam-kolamnya, serta kematian ribuan ikan secara mendadak. Attilius yakin bukan budaklah yang meracuni ikan-ikan itu.
Niat Attilius tercium busuk oleh Ampliatus. Maka rencana pembunuhan untuk sang insinyur pun diatur sedemikian rupa. Ampliatus dengan akal bulusnya menawarkan bantuan apa pun yang dibutuhkan Attilius dalam kerjanya memperbaiki setiap saluran.
Kemahiran Robert Harris mengolah cerita diuji di sini. Ia tidak langsung mengarahkan pembaca menuju klimaks-klimaks yang tak terduga. Melainkan memutarbalikkan fakta-fakta imajinernya menuju klimaks-klimaks kecil yang menegangkan. Ramuan mitos-mitos yang bertahan ribuan tahun tentang kota tua Pompeii dan bukti-bukti nyata akan kehancuran kota tersebut dibalut penulis dengan penyampaian yang lugas. Diiringi kisah asmara Attilius dan Corea, putri Ampliatus yang dijodohkan dengan duda tua bekas majikannya membuat pembaca seakan-akan dibawa kembali ke tahun 70 M.
Attilius berhasil membuka teka-teki yang membuat ia penasaran akan banyak hal yang terjadi di Pompeii. Exomnius ternyata disuap Ampliatus untuk masalah pembagian air. Tak hanya Ampliatus, hampir semua ptinggi-petinggi kota dan bangsawan menikmati keuntungan penggelapan air. Korupsi sudah berakar sejak masa ini. Nah, jangan heran jika budaya itu masih terus tumbuh hingga kini. Karena menguntungkan. Maka sampai sekarang air dengan mudahnya diperjualbelikan dengan harga yang kadang tak masuk akal.
Kematian ikan-ikan di kolam Ampliatus disimpulkan Attilius akibat racun belerang yang diakibatkan oleh pergerakan aktif gunung Vesuveus. Perkiraan Attilius benar. Dalam waktu yang tak terduga Vesuveus memuantahkan laharnya menghancurkan peradaban-peradaban di sekitar teluk Neapolis. Kota Pompeii pun hancur tak minggalkan bekas sedikit pun. Kebobrokan kekuasaan dan ketamakan akhirnya diganjar dengan kehancuran yang fatal.
Kini Pompeii tinggal sebuah kenangan kejayaan sebuah peradaban. Dengan mitos-mitos yang tetap dipercayai masyarakat dunia. Kebenarannya tak ada yang tahu pasti, tapi pesannya wajib untuk dipelajari.
Diterbitkan di Harian Singgalang, Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar