Oleh Heri Faisal
Hampir setengah dari penikmat sepakbola dunia masih percaya dengan berbagai mitos yang berkembang sepanjang turnamen empat tahunan ini. Yang paling menonjol adalah mitos tentang tim mana yang akan keluar sebagai juara Piala Dunia. Ada fameo yang lama berkembang dan memang pada ujung-ujungnya menjadi kenyataan. Mitosnya setiap Piala Dunia di gelar di luar Eropa, maka tim yang akan keluar sebagai juara adalah tim yang bukan berasal dari Eropa.
Entah benar atau tidak. Tetapi yang jelas mitos itu masih juga dipercaya dan terbukti ampuh. Memang sejak turnamen ini pertama kali di gelar di Uruguay 1930, sampai perhelatan yang ke 18 pada 2006 lalu di Jerman, mitos ini belum berubah. Tim-tim yang berasal dari Eropa hanya akan mampu keluar sebagai juara jika turnamen juga di gelar di benua biru tersebut. Akan berkebalikan jika turnamen di gelar di luar Eropa, maka tim yang akan keluar sebagai juara adalah tim yang berasal dari luar Eropa juga. Uniknya lagi, tim yang berjaya di tiap perhelatan Piala Dunia di luar Eropa selalu didominasi oleh tim dari Amerika latin. Sebut saja Brasil, Argentina, dan Uruguay.
Brasil dan Argentina dijagokan menjaga mitos Piala Dunia agar tetap berlanjut di Afrika Selatan (repro)
Tim-tim Eropa boleh maju sebagai unggulan. Tetapi pada penutupan turnamen nanti tim-tim dari luar Eropa lah yang membawa pulang tropi emas Piala Dunia. Sejarah mencatat di delapan kesempatan Piala Dunia digelar di luar Eropa, hasilnya tim asal Amerika latin jumawa dengan menyapu bersih seluruh turnamen. Dengan rincian Brasil menggondol empat gelar Piala Dunia di Chile 1962, Meksiko 1970, Amerika Serikat 1994, dan Korea Jepang 2002. Argentina menang di Piala Dunia Argentina 1978 dan Meksiko 1986, sementara Uruguay menyabet tropi di kesempatan pertama Piala Dunia Uruguay 1930 dan Brasil 1950. Artinya tim-tim Eropa hanya akan tampil sebagai pelengkap turnamen di luar benua Biru.
Untuk Afrika Selatan 2010, sepertinya mitos belumlah jauh berubah. Tim-tim kuat bertabur bintang asal Eropa masih ditempatkan sebagai unggulan. Semacam Spanyol, Inggris, Belanda, Jerman, dan juara bertahan Italia, masih akan beradu hebat dengan duo favorit Amerika Latin, Brasil dan Argentina. Mereka tentu memiliki peluang yang sama untuk memenangi Piala Dunia.
Tetapi kali ini perlu digaris bawahi, bahwa mitos tetaplah mitos. Maka sejatinya Piala Dunia Afrika Selatan 2010 milik Brasil atau Argentina. Rumah taruhan boleh menempatkasn Spanyol di daftar teratas pemburu juara. Tetapi mitos tetaplah sebuah kebenaran yang sulit dicerna logika. Sejarah menulis, sejak Piala Dunia di gelar tim asal Eropa selalu masuk daftar unggulan meski turnamen di gelar di luar Eropa.
Piala Dunia 1978 di Argentina misalnya, menempatkan Belanda sebagai unggulan teratas. Maklum kala itu, Johan Cruyff cs, diasuh Rinus Michel yang mampu membius mata dunia untuk tertuju pada permainan total football mereka. Belanda sangat antraktif, kuat, menghibur, dan selalu menang. Tetapi pada kenyataannya di penghujung turnamen, Argentina melalui si kriwil Mario Kempes berhasil menghentikan permainan total football mereka dengan persembahan gelar juara dunia pertama untuk Argentina.
Kondisi itu berlanjut sampai delapan tahun lalu di Korea Selatan dan Jepang. Perancis yang lebih diunggulkan dengan deretan pemain peraih juara Piala Dunia 1998 dan piala Eropa 2000, terbukti tak bisa berbuat banyak. Zinedine Zidane dkk, malah tidak mampu melewati hadangan Uruguay dan Senegal di penyisihan grup. Brasil yang terseok-seok selama kualifikasi justru maju melahap pertandingan demi pertandingan dengan sempurna. Hingga melengkapi gelar juara mereka menjadi lima kali. Kolektor terbanyak hingga kini.
Ada peristiwa unik di setiap Piala Dunia yang di gelar di luar Eropa, setidaknya sejak Chile 1962, yakni selalu mempertemukan tim asal Amerika Latin dan tim asal Eropa di final. Dan lagi-lagi mitos berbicara. Tim asal Amerika Latin lah yang keluar sebagai juara. Brasil di tahun 1962 yang masih diperkuat mutiara hitam, Pele kala itu mampu menghentikan permainan kolektif Cekoslowakia di final dengan skor telak 3-1. Delapan tahun kemudian di Piala Dunia 1970 Meksiko, Brasil kembali membungkap Eropa dengan mengandaskan wakilnya Italia 4-1 di final.
Perang Amerika Latin dan Eropa kembali terjadi di final Piala Dunia 1978 di Argentina. Belanda yang mengusung total football harus bertekuk lutut di tangan tuan rumah Argentina. Delapan tahun berikutnya di Piala Dunia Meksiko 1986, seorang Diego Maradona menampar telak arogansi sepakbola Eropa dengan tampil menawan sepanjang turnamen. Inggris disingkirkan di semifinal melalui dua aksinya yang paling menghebohkan dunia. Gol hand of the god atau gol tangan tuhan yang masih menjadi kontroversi, dan aksi individu melawati enam pemain Inggris termasuk melewati kiper legendaris Peter Shilton sebelum mencobloskan bola ke gawang. Di partai puncak, Argentina sukses membekap permainan kolektif pantang menyerah Jerman. Hingga menambah koleksi gelar untuk Argentina.
Cerita berlanjut di Piala Dunia 1994 Amerika Serikat. Duet Romaria dan Bebeto mampu membawa Brasil mengungguli sepakbola indah yang diperagakan Roberto Baggio bersama Italia. Banyak pengamat menilai bahwa final Piala Dunia 1994 adalah salah satu tontonan sepakbola paling memikat, meski permainan harus diakhiri dengan drama adu tendangan penalti karena masing-masing tim gagal mencetak gol. Tropi rancangan designer Italia Silvio Gazzaniga pun berhasil dibawa pulang tim samba.
Juara Piala Eropa 2008, Spanyol, dalam posisi paling tepat menjuarai Piala Dunia untuk kali pertama (repro)
Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan menjadi cerita penutup pertemuan tim Amerika Latin dan tim Eropa di final. Brasil yang terbebas dari tekanan psikis selama kualifikasi, mampu tampil dominan sepanjang turnamen. Ronaldo yang tampil dengan gaya rambut unik menutup pesta empat tahunan itu dengan mencetak dua gol ke gawang Oliver Kahn. Tanpa diperkuat playmaker Michael Ballack, Jerman gagal memberikan perlawanan sengit.
Kini, Piala Dunia 2010 Afrika Selatan kembali memberi kesempatan pada Brasil dan Argentina untuk melanjutkan mitos. Keduanya masih bertengger dalam deretan unggulan untuk menjuarai Piala Dunia. Brasil meski tak mengikut sertakan Ronaldo dan Ronaldinho dalam skuadnya tetap mampu tampil ciamik. Dikomandoi Kaka, Robinho, dan Luis Fabiano, Brasil tetap konsisten menampilkan permainan indah yang selama ini menjadi tren mereka. Sempat dikritik banyak orang yang menyatakan Brasil kehilangan jogo bonito atau permainan indahnya, Carlos Dunga malah sukses mengantar tim ini menjuarai Piala Konfederasi sebagai pemanasan menjelang Piala Dunia.
Di tim Argentina, Diego Maradona sangat ambisius dan optimis timnya mampu membawa pulang gelar juara. Maradona boleh punya keyakinan lebih. Selain faktor mitos yang teramat sulit diejahkan dari Piala Dunia, Albiceleste julukan tim nasional Argentina juga didukung kompisisi pemain dengan barisan penyerang terlengkap di dunia. Di sana ada Lionel Messi pemain terbaik dunia 2009 yang termotivasi menjawab kritikan banyak orang padanya terkait penampilannya yang tak memuaskan jika berseragam tim Tango. Selain itu ada nama-nama sekaliber Diego Milito, Carlos Tevez, Gonzalo Higuain, dan Sergio Aguero. Argentina dalam posisi paling tepat untuk menjuarai Piala Dunia.
Diterbitkan di Harian Singgalang, 27 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar