Selasa, 25 September 2012

Gagal Lahirkan Anak Pertama, Timbul Kanker di Dada

Sumiati, Penderita Kanker Payudara

Oleh Heri Faisal

Selama dua tahun, Sumiati, 40, menahan sakit kanker payudara yang dideritanya. Kesulitan uang membuatnya mendiamkan penyakit tersebut. Apalagi, kartu Jamkesmas yang bisa membantu meringankan biaya operasi, tak dimilikinya. Kini dengan berat hati, meski tak memiliki tabungan, dia coba mengatasi penyakit itu. Bagaimana ceritanya?

 Sumiati tengah dirawat di RSUP Dr M Djamil Padang (f/ sy ridwan)

SETELAH gagal melahirkan anak pertamanya akibat meninggal dalam kandungan pada 2010 lalu, Sumiati mulai merasakan perubahan aneh di tubuhnya. Benjolan kecil timbul di bawah payudaranya yang menimbulkan darah. Karena khawatir, dia lalu memeriksanya ke dokter. Hasilnya, wanita kelahiran Muaralabuh, Solok Selatan, itu divonis mengidap kanker payudara dengan stadium 3B.

“Saya sangat kaget. Saya disarankan untuk kemoterapi, tetapi karena uang tidak ada saran dokter itu tidak dijalankan,” katanya kepada Padang Ekspres di Ruang Isolasi Bedah Wanita, RSUP Dr M Djamil Padang, kemarin.

Menurut Sumiati, berdasarkan pendapat para sahabat, kemunculan kanker tersebut disebabkan air susu ibu (ASI) yang telah terproduksi tidak dikeluarkan. Inilah yang katanya menyebabkan kanker di dalam tubuh.

Tetapi, Sumi tak terlalu memikirkannya. Sejak diagnosa dokter tersebut, dia memendam sendiri penyakitnya, sambil berusaha mencari kemudahan untuk penyembuhan. Mengurus kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah cara yang dia tempuh. Sayang, proses berbelit-belit membuat dia menyerah.

“Persyaratan saya lengkap, tetapi saya tidak tahu kenapa kartu Jamkesmas tidak juga keluar. Orangtua saya dapat kartu itu,” kata wanita berusia 40 tahun itu.

Selama dua tahun, dia mengobati penyakitnya dengan pengobatan herbal. Perubahan tak jua dirasakannya. Bahkan beberapa waktu lalu, dia mengalami pendarahan hebat di bagian bawah payudaranya yang membengkak. Dia sampai pingsan, dan dilarikan ke rumah sakit.

“Dibawa ke sini (RSUP), agar pendarahannya bisa diatasi. Kalau operasi belum, kami tidak punya uang. Di sini untuk dirawat saja, biar ndak pendarahan lagi,” kata janda tanpa anak itu.

Sumiati ditemani ayahnya Legiman, 74, yang setia merawat dan menemaninya. “Kami tidak punya biaya makanya belum dioperasi,” kata Legiman sedih. Dia tidak tahu harus mengadu ke mana untuk membantu pengobatan anaknya.

Selama ini, pria asal Jawa Timur itu mengatakan, pengobatan Sumiati dibantu dari tabungannya dan bantuan teman-temannya. “Ya cukup untuk menyambung hidup saja,” imbuhnya.

Sumiati sudah lama tidak bekerja. Sejak penyakit tersebut menggerogoti tubuhnya, dia lebih banyak istirahat dan berdiam diri di rumah. Apalagi sang suami yang mestinya menjadi tumpangan hidupnya, sudah tidak lagi mendampinginya. Mereka bercerai 2010 lalu.

“Saya ndak tahu harus minta tolong ke mana. Uang ndak ada, pekerjaan juga ndak, orangtua sudah tua,” tuturnya berlinang air mata. Sumiati hanya berharap ada dermawan yang murah hati mengulurkan tangan untuk membantu biaya operasinya.

“Kami betul-betul mengharapkan bantuan untuk meringankan biaya operasi Sumi,” kata Legiman. Meski begitu, Sumiati berusaha tegar menghadapi cobaan hidup yang diterpanya. Warga Jalan Dakota Ujung, Tunggul Hitam itu menyerahkan semuanya kepada Allah.

Menurutnya, tempat mengadu yang paling bijak hanya kepada Allah. Tetapi tetap saja, sebagai manusia biasa, Sumi tentu mengharapkan kehidupan yang bebas dari penyakit tersebut. Dan tentu saja melalui uluran tangan para dermawan.

Derita keluarga Sumiati, dan ribuan keluarga miskin di Sumbar, tidak akan pernah berakhir sepanjang program pemerintah daerah di Sumbar benar-benar pro-poor. Data Jamkesmas dan Jamkesda boleh saja melebihi jumlah orang miskin versi BPS, tapi pasien miskin seperti Sumiati tetap saja banyak yang menerima asuransi jaminan kesehatan itu.

Diterbitkan di Padang Ekspres, Rabu 11 April 2012

Tidak ada komentar: