Jumat, 19 Agustus 2011

Untuk Hobi, Prestasi, dan Profesi

Oleh Heri Faisal & Fresti Aldi

“Kami ingin mendukung prestasi kaligrafi Sumbar,” kata Ade Setiawan, Ketua Komunitas Kaligrafi Dar El-Qalam. Menurutnya, di luar Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, Sumbar memiliki potensi kaligrafi yang besar. Ada banyak bakat kaligrafer, tapi sayang tak banyak ruang yang bisa dipakai untuk kelompok hobi ini berkreasi menunjukkan bakatnya.

Hari Mukhlas, Ade Setiawan, dan M Fadhol mengerjakan kaligrafi untuk masjid Baitul Mukmini, Bariang, Kelurahan Anduring, Kecamatan Kuranji, Padang (f/sy ridwan)

Kegelisahan itu pulalah yang menjadi dasar Ade mendirikan Dar El- Qalam pada Desember 2008 lalu. Tujuannya menjadi wadah bagi orang-orang yang mau menggeluti dan memiliki ketertarikan atau hobi kaligrafi. Kemudian, membawanya menjadi sesuatu yang bisa membanggakan, berprestasi di bidang itu. Lalu menjadi profesi yang menyenangkan dan menghasilkan uang.

“Itu saja tujuannya, kita senang dengan sepenuh hati mengerjakannya dan bisa hidup dari situ,” jelasnya.
Di almamaternya IAIN Imam Bonjol, Ade pernah terlibat di sanggar Al-Qalam yang khusus mempelajari kaligrafi. Sayang, di sanggar itu kurikulum yang diberikan hanya untuk kelas dasar, atau bagi kaligrafer pemula. Aturan kampus juga membuat sanggar tidak bisa difungsikan layaknya sebuah komunitas seni. Jika ingin mengadakan acara harus melalui peraturan kampus yang ketat.

Minggu, 14 Agustus 2011

Hidupkan Suasana Tadarus

Oleh Heri Faisal

Meski di rantau, anak-anak itu tak pernah melupakan kampung halaman mereka. Itulah yang dialami Hidayatullah dan kawan-kawannya. Jauh-jauh meninggalkan Ranah Minang, menuntut ilmu di negeri Betawi, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, mereka tak lupa bermimpi “pulang membangun nagari”.

Sekitar 150 siswa Madrasah Dinniyah Awaliyah (MDA) Nagari Lasi, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam mengikuti Pesantren Kilat di Balai Adat Nagari Lasi. Pesantren tersebut digagas pseserta KKN UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. (f/padek)

“Itu tema program kami, pulang kampung untuk membangun nagari,” kata Dayat mewakili 36 rekan-rekannya peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Syarif Hidayatullah di Nagari Lasi, Kabupaten Agam sejak pertengahan Juli lalu.

Lelaki asal Sulikaia, Kabupaten Solok, itu bangga bisa kembali ke Sumbar untuk mengabdi. Dia senang bisa KKN di kampung sendiri. “Hanya 13 orang yang berasal dari luar, dari Makassar, Surabaya, dan Papua,” kata ketua kelompok KKN itu.

Ciptakan Kebiasaan Kreatif

Wirid Remaja Mushalla Shuwarul Hayat

Oleh Heri Faisal

Remaja sepertinya luput dari perhatian kita bersama. Remaja lebih banyak dicaci atau dibilang tidak tahu adat, emoh ikuti agama, dll. Tapi, tak banyak yang mau terjun langsung membina generasi remaja. Jarang didengar Karang Taruna bergerak atau KNPI berbuat sesuatu untuk remaja.

Anak-anak wirid remaja mushala Shuwarul Hayat menunjukkan kreatifitas mereka dengan membuat buletin dwi mingguan Pijar, dan menggelar Liga Debat Wirid Remaja se Kota Padang. (f/padek)

Beda kiranya yang terjadi di Mushala Shuwarul Hayat. Wirid remaja digiatkan. Itu pun tak mengikuti aturan siapa pun. Pengurus di sana percaya dengan metode yang mereka punya. Ileh Satria, instruktur wirid, menilai sepinya kegiatan wirid remaja di masjid karena pengelolaan wirid remaja tanpa inovasi yang membuat anak-anak tidak betah di masjid.

“Di masjid anak-anak tidak hanya mengaji, tetapi juga kreatif berkarya. Kita yang mengajar jadi lebih kreatif lagi,” katanya Ileh Satria, saat di temui Padang Ekspres, Jumat (5/8).

Melepas Kekangan Senioritas

Oleh Heri Faisal

Di luar, gaung teater Sumbar besar sekali. Tetapi, ketika sampai di sini, saya tidak menemukan ada festival teater atau sekolah teater,” kata Mahatma Muhammad, pendiri kelompok Teater Nan Tumpah mengomentari dunia teater di Padang kepada Padang Ekspres Kamis (28/7).

Kelompok Teater Nan Tumpah saat tampil di beberapa kesempatan. (f/padek)

Tahun lalu, setelah pulang dari Yogyakarta, dia bertekad membentuk kelompok teater yang bisa mewadahi aktivitas mahasiswa dalam berkarya. “Selama ini, kawan-kawan terbentur oleh senioritas yang berlaku di kampus jadi tak bisa maksimal dalam berkesenian. Lantas, kami memilih independent,” tuturnya.

Sebab, menurutnya, kelompok-kelompok atau unit kesenian di kampus menerapkan banyak aturan yang pada akhirnya menghambat kreativitas anggota-anggota baru. Padahal, banyak inspirasi yang bisa dikembangkan dan diekplorasi sendiri oleh yang baru-baru.

Dengan Suara Mengelilingi Dunia

Oleh Heri Faisal & Hijrah Adi Syukrial

Lagu “Babendi-bendi” dan “Lubuk Sao” yang dinyanyikan secara medley dinyanyikan tanpa jeda oleh Andalaswara Choir. Variasi pecahan suara yang beragam, pengaturan tempo sempurna, membuat juri mengangguk-anggukkan kepala, saking menikmatinya. Tak salah akhirnya, grup paduan suara asal Padang itu meraih bronze medal dalam Bandung International Choir Competition, Sabtu-Senin (2-4/7) lalu.

Andalaswara Choir saat tampil di Bandung International Choir Competition beberapa waktu lalu. (f/padek)

Itu bukan pernghargaan pertama bagi komunitas yang lahir 5 Januari 2007 ini. Di 2006, kelompok paduan suara ini menerima Undangan WCG (World Choir Games) V Graz, Austria. Pendirian grup tersebut juga dipersiapkan untuk mengikuti Asian Choir Games (ACG) 2007 di Jakarta. Hebatnya, di festival perdana yang mereka ikuti, grup itu langsung membawa pulang gold medal. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi.

Saat manajemen Andalaswara bersiap untuk partisipasi tim pada WCG 2008, datang lagi sebuah undangan satu bulan kemudian. Undangan kedua datang dari panitia penyelenggara The 1st ACG Jakarta. Karena iven berlangsung di 2007 juga, maka manajemen Andalaswara memilih berpartisipasi pada ACG.

Ke Toronto via Bukit Tui

Komunitas Sarueh Padang Panjang

Oleh Heri Faisal

Film “Penambang Kapur di Bukit Tui” menjadi satu film pendek yang ikut diputar pada Images Festival Toronto, Kanada Maret lalu. Film berdurasi 7:52 detik ini mengangkat keseharian wanita-wanita yang bekerja mencari kapur di sekitar Bukit Tui, Padangpanjang.

”Isunya lokal, tapi dapat menyentuh wilayah universal,” kata David Darmadi, ketua Komunitas Sarueh yang ikut mengerjakan film tersebut.

Membaca balega, salah satu kebiasaan yang dikembangkan di Komunitas Sarueh. (f/padek)

Menurut David, narasi-narasi kecil yang mengangkat sejarah, sosial, dan budaya masyarakat lokal yang ingin terus mereka dokumentasikan.

Menang dari Belajar Otodidak

Oleh Heri Faisal


Diiringi musik balad, dengan perpaduan permainan gitar, pianika, perkusi, dan harmonika, puisi berjudul “Bukit Biru Bukit Kelu” karya Taufik Ismail terasa berbeda ketika ditampilkan di Museum Adityawarman beberapa waktu lalu. Enam orang siswa MAN 2 Padang memainkan puisi penyair Angkatan ‘66 itu dengan penuh penghayatan.


Grup Nasyid MAN 2 Padang tengah berlatih di halaman sekolahnya. (f/padek)

Mereka adalah Ridho Abdul Aziz (gitar), Kurnia Nanda (vianika), Kurnia Hidayatul (vianika), Oktafril Febriansyah (lead vokal), Bizar Al-Furqon (gitar), dan Pije Jevitson (perkusi, harmonika). Semuanya anggota Grup Nasyid Shohibussalam dan Shohibatussalam yang didirikan sejak lima tahun lalu. Grup ini menjadi ekstrakurikuler (eskul) yang banyak diminati pelajar.

Taufik, guru agama di sekolah itu, menjadi pengaransemen musik. Dia pembina eskul nasyid dan sangat meminati seni. “Aransemennya sambil latihan saja sama anak-anak,” kata Taufik. Makanya ia tidak membebankan siswanya dengan target-target yang tinggi. “Yang penting tampil lepas dan menikmati saja,” tambahnya.

Patuhi Aturan Bukan Karena Polisi

Oleh Heri Faisal


Dua gadis dan jaka itu selalu tersenyum meski panas menyengat kulit putihnya. Dengan sabar, empat duta lalu lintas Sumbar ini membagikan bunga dan stiker tentang safety riding kepada pengendara beberapa waktu lalu.
Memberikan bunga memang bagian dari tugasnya sebagai duta lalu lintas. Tingginya kecelakaan, menurut Imelda Hardi, bukan untuk dihujat, tetapi mesti diselesaikan dengan perlahan. Bunga, menurutnya, simbol untuk menarik orang untuk mulai memperhatikan lalu lintas. 

Duta Lalu Lintas Sumbar, Imelda Hardi, menyapa dan memberikan bunga kepada pengendara di Jl Bagindo Aziz Chan, Padang (f/padek)

Ditanya apakah pernah melanggar rambu-rambu lalu lintas? Imelda tersipu. “Setiap kita, barangkali pernah melanggar aturan itu,” ujarnya berdiplomasi.

Duta Lalu Lintas Polresta Padang 2010 dan Duta Lalu Lintas Polda Sumatera Barat 2010 mengaku sebelum menjadi duta, pernah melanggar rambu-rambu lalu lintas. ”Waktu itu aku pernah menerobos lampu merah, tapi sekali itu aja,” katanya dengan muka merah mengenang kesalahannya.

Rivalitas Memanas

Fans Man. United vs Fans Barcelona

Oleh Heri Faisal


Final Liga Champions Eropa 2011 mempertemukan dua klub sepakbola terbaik dunia, Manchester United dan Barcelona yang digelar Sabtu (28/5) atau Minggu (29/5) dini hari waktu Indonesia dipercaya berlangsung panas. Meski digelar nun jauh di Wembley sana, hawa panasnya terasa begitu dekat dalam diri Dira Kurnia Sari, 22, fans United dan Nanda Andrean, penggemar sejati Barcelona.

Dira gemar mengoleksi sweater berlogo setan merah. Wajahnya pun ikut memerah, semerah pernak-pernik United koleksi pribadi yang ditunjukkannya kepada Padang Ekspres saat datang mengunjungi rumah kosnya di Airtawar beberapa hari lalu. Sudah 1,5 tahun gadis yang mengidolakan Wayne Rooney ini berkubang mengumpulkan apa saja yang berbau United. Ada belasan sweater, baju kaos, mainan kunci, poster, sticker, handuk, casing handphone, hingga bantal tidur.


Nanda Andrean (Fans Barcelona) dan Dira Kurnia Sari (Fans United), sama-sama optimis tim kesayangan mereka memenangi final Liga Champions di Wembley. (f/ sy ridwan)

Meski sudah punya koleksi sebanyak itu, Dira tetap berencana membeli apa saja yang berhubungan dengan MU. Kecintaannya pada klub tersebut sudah demikian besar, sampai pernah merasa kecewa begitu dalam.